Kabar

Tsaqofah

Opini

+ Indeks Berita

Dua Penyebab Penyimpangan Dan Pengkhianatan Para Penguasa

Dua Penyebab Penyimpangan Dan Pengkhianatan Para Penguasa

Tsaqofatuna.id-Direktur Rumah Inspirasi Perubahan, Ustadz Indra Fakhruddin menyatakan bahwa di era Jokowi ini banyak lahir berbagai undang-undang yang mengkhianati amanah dan kepentingan rakyat.


"Ada Perpu Ormas, ada undang-undang cipta kerja, undang-undang IKN dan juga revisi undang-undang KPK, sebelumnya juga ada undang-undang migas, undang-undang minerba, dan sebagainya. Semua produk undang-undang tadi itu lebih untuk kepentingan penguasa, para pemilik modal, dan tentu menguatkan oligarki. Hanya untuk segelintir orang saja, bukan untuk kepentingan rakyat kebanyakan," ujarnya dalam Bedah Buletin Dakwah Kaffah Edisi 351, Jum'at (12/07/2024), di kanal YouTube Rumah Inspirasi Perubahan.

Direktur Rumah Inspirasi Perubahan kemudian melanjutkan bahwa secara garis besar akar penyimpangan dan pengkhianatan para penguasa hanya ada dua sebab akar masalahnya.

Pertama, faktor personal atau individual

"Yakni tidak ada lain adalah memang mental khianat, korup, dan tidak amanah yang melekat pada pribadi-pribadi penguasa dan para pejabat yang diangkat, terusnya.

Kedua, faktor sistemik.

"Tidak ada lain adalah penggunaan sistem pemerintahan demokrasi yang terbukti rusak dan merusak," terangnya.

Ustadz Indra Fakhruddin lalu menjelaskan bahawasannya sistem demokrasi menjadi pintu terbuka untuk pengkhianatan para penguasa dan para pejabat negara.

"Dan ini adalah merupakan satu siklus setan," pungkasnya.[] Islamsyah

Mewujudkan Kehidupan Islam Merupakan Kewajiban Mulia dan Agung

Mewujudkan Kehidupan Islam Merupakan Kewajiban Mulia dan Agung

Tsaqofatuna.id - Narator Muslimah Media Hub (MMH) menyatakan, mewujudkan kehidupan Islam melalui perjuangan penegakan hukum-hukum Islam merupakan kewajiban mulia dan agung.

"Perjuangan mewujudkan kehidupan Islam di tengah umat adalah salah satu kewajiban yang sangat mulia dan agung," ujarnya dalam program Iman Booster: Sanggupkah Kita Menanggung Dosa Akibat Ketiadaan Kehidupan Islam? Di kanal YouTube MMH, Selasa (25/6/2023).

Pasalnya, Narator menjelaskan, saat ini banyak kewajiban yang tidak dapat ditunaikan akibat tidak adanya kehidupan Islam yang terwujud dalam sebuah institusi (negara).

"Seperti kewajiban jihad, mengelola urusan umat dengan hukum-hukum Islam, serta menegakan hudud atau sanksi (yang telah ditetapkan Allah SWT.) dalam Islam," jelasnya.

Ia membeberkan, tidak adanya kehidupan Islam telah menyebabkan kondisi kaum muslimin saat ini terpecah belah, menerapkan hukum-hukum kufur dan membuatnya tunduk pada kaum kuffar yang sedang merampas tanah kaum muslimin, merampok kekayaannya dan membunuh anak keturunan mereka.

Tak hanya itu, ia juga mengungkapkan, kaum kuffar telah mendiktekan berbagai persyaratan zalim kepada para penguasa kaum muslimin dan merendahkan mereka atas nama perang melawan radikalisme, terorisme dan lainnya.

Dosa Besar

Narator kemudian mengingatkan, merupakan dosa besar bagi muslim yang mengabaikan penerapan Islam kaffah untuk melanjutkan kehidupan Islam di tengah kehidupan. "Karena itu, mereka wajib melibatkan dirinya dengan aktivitas perjuangan yang fokus pada penerapan Islam kaffah ini," gugah Narator.

Lebih lanjut Narator menerangkan, aktivitas perjuangan ini tentu bukan aktivititas individual. Akan tetapi, aktivitas bersama jama'ah. "Aktivitas bersama jama'ah ini tidak akan terwujud, kecuali bersama kelompok dakwah ideologis yang memenuhi kriteria sebagaimana yang disebutkan Allah di dalam Al-Qur'an Surat Ali Imron ayat 104," terangnya.

Selain itu, kata Narator, yang terpenting bagi kaum muslimin adalah tidak sekadar memilih untuk berjuang, tetapi juga harus senantiasa semangat di dalam perjuangannya hingga akhir hayat.

"Serta mereka menjadi pengemban dakwah yang menetapi metode yang dengannya akan terealisasi kewajiban ini. Yakni, metode dakwah Rasulullah SAW.,"[] Muhar.

Khilafah News: Salam Lintas Agama Bukanlah Wujud Toleransi

Khilafah News: Salam Lintas Agama Bukanlah Wujud Toleransi

Tsaqofatuna.id - Narator Khilafah News berujar, salam lintas agama bukanlah wujud toleransi beragama yang diajarkan Islam.

"Salam lintas agama bukanlah wujud toleransi yang diajarkan dalam Islam," ujarnya dalam program Kabar Pagi: Fatwa MUI Haramkan Salam Lintas Agama, Untuk Jaga Akidah, pada Rabu (19/6/2024) di kanal YouTube Khilafah News.

Sebab, Narator menjelaskan, sejatinya Islam telah mengajarkan sikap toleransi yang bermakna membiarkan umat lain menjalankan ritual agamanya, bukan berarti menerima keyakinan yang bertentangan dengan keyakinan Islam.

"Toleransi juga bermakna tidak memaksa umat lain untuk memeluk Islam, menyamakan Islam dengan agama lain,” jelasnya.

Narator pun mengemukakan bahwa salam lintas agama telah dinilai banyak ulama salah satu bentuk toleransi kebablasan yang menabrak rambu-rambu syariah. "Ini berarti mencampur adukan antara ajaran Islam yang hak dengan ajaran agama lain," ucapnya.

Sebab dalam ajaran Islam, Narator mengungkapkan, ini merupakan suatu perbuatan yang Allah SWT, larang sebagaimana firman-Nya dalam Surat Al-Baqarah ayat 42. "Dan janganlah kamu campur adukan yang hak dengan yang batil. Dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedangkan kamu mengetahuinya," kutipnya menerjemahkan.

Ibadah Tauqifiyah

Narator lanjut menerangkan, dalam ajaran Islam salam adalah doa yang bersifat khusus dan termasuk bagian dari ibadah tauqifiyah. Artinya, tidak sah dilakukan kecuali tata caranya mengikuti apa yang telah ditetapkan oleh syariat Islam.

"Dengan kata lain harus dilandasi oleh nash dari Allah SWT. ataupun dari Rasulullah SAW. yang termaktub di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah," terangnya.

Oleh karena itu, tegasnya, Islam memerintahkan pemeluknya untuk mengucapkan salam dengan lafal yang ditetapkan dalam ajaran Islam. Bahwa propaganda salam lintas agama yang diklaim oleh sebagian pihak hanya sebagai sebuah sapaan pada hakikatnya adalah upaya untuk menghilangkan sifat sakral dari salam (desakralisasi). "Padahal sejatinya hal itu adalah doa," tegasnya.

Salam yang seharusnya dilakukan berdasarkan ketentuan syariat, yakni berdasarkan nash Al-Quran dan As-Sunnah, ungkap Narator, akhirnya dilakukan tanpa ketentuan syariat. "Tentu hal ini berarti menjauhkan umat dari keterikatan pada syariat," tandasnya.

Narator lantas menyampaikan bahwa fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan haramnya hukum mengucapkan salam lintas agama.

"Ketua Muhammadiyah Anwar Abbas menilai, hal tersebut dilakukan untuk menjaga akidah umat Islam. Menurut beliau jika kita bicara tentang fatwa Majelis Ulama Indonesia terkait dengan masalah salam lintas agama itu konteksnya sudah jelas, untuk menjaga akidah dan agama dari umat Islam agar mereka tidak terseret kepada hal-hal yang tidak disukai oleh Allah SWT, " kata Narator memungkasi. [] Muhar