Tampilkan postingan dengan label Tanya Jawab. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tanya Jawab. Tampilkan semua postingan

Persekutuan Panglima Angkatan Bersenjata Pakistan dengan Amerika dan Loyalitasnya Kepadanya

Persekutuan Panglima Angkatan Bersenjata Pakistan dengan Amerika dan Loyalitasnya Kepadanya

Soal:

Tsaqofatuna.id - Panglima Angkatan Bersenjata Pakistan Ashim Munir selama kunjungannya ke Amerika mengatakan, “Pakistan ingin memperluas kerjasama bilateral dengan Amerika Serikat melalui kerjasama jangka panjang dan beragam bidang”.

Ia menegaskan bahwa “pertemuan-pertemuannya selama kunjungannya ke Amerika Serikat dengan para pemimpin politik dan militer sangat positif”... (laman Angkatan Bersenjata Pakistan berbahasa arab di situs X, 20/12/2023).

Komando Angkatan Bersenjata Pakistan telah mengumumkan pada 11/12/2023 tentang kunjungan Panglima Angkatan Bersenjata Pakistan ke Amerika Serikat dalam kunjungan resmi pertamanya sejak penunjukkannya.

Lalu apa maksud dari perluasan kerjasama Pakistan dengan Amerika Serikat dengan kerjasama berbagai bidang dan bahwa pertemuan-pertemuannya dengan para pemimpin politik dan militer Amerika Serikat adalah positif?

Apakah hal itu berarti meningkatnya persekutuan dengan Amerika penjajah, khususnya dalam masalah India dan Kashmir kemudian terhadap Afganistan dan juga untuk menghalangi pertolongan kepada warga Palestina menghadapi serangan Yahudi kemuadian menerima entitas Yahudi dengan sebutan solusi dua negara? Terima kasih.

Jawab:

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas kami paparkan hal-hal berikut:

1- Penunjukkan Ashim Munir sebagai Panglima Angkatan Bersenjata diumumkan pada 24/11/2022 menggantikan Jenderal Qomar Jawed Bajwa dan dengan rekomendasi darinya dan persetujuan dari perdana menteri Syahbaz Syarif yang pro Amerika. Hal itu menunjukkan keinginan Amerika untuk menunjuknya sebagai panglima angkatan bersenjata dan bahwa dia akan menyetujui Amerika atas permintaan-permintaan Amerika sebagaimana Bajwa menyetujuinya dan bekerjasama dengan Amerika ... Penunjukkannya terjadi pada waktu yang mana Pakistan mengalami krisis ekonomi. Dan dia adalah person yang mungkin untuk menjamin arus uang dari Saudi dan negara-negara teluk lainnya, sebab dia dahulu bertugas di Saudi dan memiliki hubungan yang baik ... “Para pengamat melihat bahwa kunjungan Panglima Angkatan Bersenjata telah membuka jalan bagi bantuan-bantuan finansial yang sangat dibutuhkan oleh Pakistan “ (https://tribune.com.pk/, 05/01/2023).

Ashim Munir merupakan bagian dari rezim militer yang secara keseluruhan pro (mengikuti) Amerika... Ia secara bartahap menduduki jabatan keamanan dan militer. Ia dahulu adalah Panglima Wilayah Utara di Angkatan Bersenjata Pakistan antara tahun 2014-2016, kemudian Direktur Intelijen Angkatan Bersenjata pada 2016-2018, dan setelah itu menjabat Direktur Intelijen Umum antara 2018-2019. Ia berperang di wilayah persukuan.

Ia termasuk pilar rezim Pakistan yang pro Amerika ... Kemudian ia diberhentikan dari jabatan intelijen dengan keputusan dari mantan perdana menteri Imran Khan tanpa dijelaskan sebabnya, dan Fayiz Hamid ditunjuk menggantikan posisinya. Terjadi perselisihan antara Imran Khan dengan angkatan bersenjata atas penunjukkan Panglima Angkatan Bersenjata yang akan menggantikan Bajwa ketika berakhir masa jabatannya pada 29/11/2022.

Berbagai berita menyebutkan bahwa Imran Khan berselisih dengan Ashim Munir yang dekat dengan Bajwa dan ingin menunjuk Fayiz Hamid, Direktur Intelijen Umum yang dekat dengannya. Tampak bahwa Imran Khan berusaha memaksakan keinginannya terhadap angkatan bersenjata sebagai perdana menteri sehingga tidak terus berada di bawah kendali angkatan bersenjata. Sebab angkatan bersenjata bertindak sebagai wali atas pemerintah dan memaksakan kebijakan-kebijakan yang dinginkan angkatan bersenjata.

Disebabkan perselisihan inilah, Imran Khan diberhentikan dan kemudian dituntut hukum atas tuduhan korupsi dan menyebarkan rahasia negara. Di dalam Jawab Soal tanggal 5/5/2022 disebutkan; “... dan seperti yang telah kami sebutkan barusan, Imran Khan tidak memprediksi bahwa semua palayanannya kepada angkatan bersenjata dan berikutnya kepada Amerika yang ada di belakang angkatan bersenjata tidak akan bermanfaat untuknya! Seolah ia tidak menyadari bahwa siapa yang sampai ke pemerintahan dengan dukungan kaum kafir penjajah sebagai agen mereka maka dia bagi mereka menjadi seperti bidak catur yang mereka gerakkan sesuka mereka, bahkan mereka menjatuhkannya sesuka mereka jika ia tidak merealisasi kepentingan-kepentingan mereka tanpa ragu.

Dan inilah yang terjadi pada Imran Khan!” Oleh karena itu, Amerika tidak memprotes penggulingan Imran Khan dan menyetujui hal itu secara implisit. Perlu dicatat, ia adalah agen Amerika. Ia, Bajwa, dan Hamid setuju untuk aneksasi Kashmir ke India pada tahun 2019. Saat itu mereka sedang melakukan kunjungan ke Amerika dan bertemu dengan Presiden Trump dua minggu sebelum aneksasi, dan mereka tidak mengambil tindakan serius untuk menanggapi aneksasi itu. Mereka bahkan menyetujuinya secara implisit untuk menyenangkan Amerika dan menjaga posisi mereka dan beberapa kepentingan sempit.

Amerika mendukung kendali angkatan bersenjata atas pemerintah dan rakyat, karena para pemimpin angkatan bersenjata menjadi terkait dengan Amerika dan merealisasi kepentingan-kepentingan imperialistisnya. Berbeda dengan lingkungan politik yang mana di situ terdapat agen-agen Amerika seperti halnya juga terdapat agen-agen Inggris, dan Amerika tidak menjamin loyalitas pemerintah kepadanya jika agen-agen di lingkungan ini berubah.

2- Laman Angkatan Bersenjata Pakistan berbahasa arab di situs X pada 11/12/2023 menyebutkan, “Panglima Angkatan Bersenjata Pakistan Jenderal Ashim Munir berangkat ke Amerika Serikat dalam sebuah kunjungan resmi. Dalam kunjungannya itu, ia akan bertemu para pejabat senior dan para pejabat Amerika lainnya. Dan ini adalah kunjungan pertamanya sejak ia menjabat”. ... Asy-Syuruq News al-Mishriyah pada 11/12/2023 mengutip dari surat kabar The Express Tribune Pakistan yang mengatakan, “Kunjungan ini dilakukan setelah kunjungan para pejabat senior Amerika ke Pakistan minggu lalu.

Dan seorang pejabat senior di pemerintahan Biden yang berspesialisasi dalam masalah pengungsi melakukan kunjungan selama empat hari ke Islamabad. Itu merupakan kunjungan pertama dari serangkaian kunjungan para pejabat Amerika di tengah memburuknya hubungan antara Pakistan dan Afghanistan. Asisten Menteri Luar Negeri untuk Biro Kependudukan, Pengungsi dan Imigrasi, Julietta Vance Noyes, tetap berada di Islamabad ibukota Pakistan hingga Kamis lalu, 12/7/2023”.

Pada hari ini, lamana itu juga mengutip dari Panglima Angkatan Bersenjata Jenderal Ashim Munir yang mengatakan: “Dia mendukung keputusan pemerintah negaranya untuk mendeportasi orang-orang asing yang ilegal dan bahwa mereka mempengaruhi keamanan dan perekonomian Pakistan. Dia juga menegaskan bahwa mereka harus dideportasi dengan bermartabat dan sesuai dengan kenyataan dan hukum yang berlaku”.

Di sini terlihat sejauh mana campur tangan Amerika dalam urusan dalam negeri Pakistan, termasuk masalah pengungsi, yaitu masalah yang berkaitan dengan warga Afghanistan yang mengungsi di Pakistan karena perang dan telah bertahun-tahun tinggal di negara kedua mereka, sebagian di antaranya sejak beberapa dekade lalu... Mereka bukan orang asing, melainkan negeri Muslim yang satu.

Dan Amerikalah yang mengeksploitasi perbedaan-perbedaan pendapat antara dua negeri Muslim: Pakistan dan Afghanistan, untuk mengeksploitasi perbedaan-perbedaan pendapat ini dalam upaya mengokohkan pengaruhnya di wilayah tersebut... Begitulah, Amerika ingin membuat hubungan di antara keduanya (Pakistan dan Afghanistan) menjadi tegang dan mencegah persatuan mereka. Dan kemudian Pakistan disibukkan dengan ketegangan di antara mereka dengan Afghanistan, bukannya disibukkan dengan memerangi India untuk membebaskan Kashmir! Jadi India terjamin keamanan frontnya dengan Pakistan, dan pemerintahan Modi memfokuskan upayanya untuk melayani Amerika dalam konflik dengan China.

3- Laman al-Ma’rifah mengutip halaman Dâwin al-Bâkistâniyah pada 15/12/2023 yang mengatakan, “Panglima Angkatan Bersenjata Ashim Munir bertemu dengan Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin pada 14/12/2023. Dan setelah pertemuan itu, Pentagon mengeluarkan pernyataan singkat yang mengatakan, “Kedua pejabat tersebut mendiskusikan perkembangan keamanan regional terkini dan bidang-bidang yang potensial untuk kerjasama pertahanan bilateral”.

Dan ia “bertemu dengan Jenderal Q. Brown, Ketua Kepala Staf Gabungan”. Laman tersebut menyatakan: “Panglima angkatan bersenjata bertemu dengan Menteri Luar Negeri AS Blinken, Deputi Menteri Luar Negeri untuk Urusan Politik Victoria Nuland, dan Wakil Penasihat Keamanan Nasional Jonathan Fenner pada 15/12/2023”. Laman tersebut mengutip juru bicara Departemen Luar Negeri AS yang mengatakan, “Pakistan merupakan mitra penting, dan kami berinteraksi dengan kelompok luas dari berbagai poros di pemerintahan Pakistan... Kami berharap dapat melanjutkan kemitraan kami dengan Pakistan di bidang keamanan regional dan kerja sama pertahanan”.

Laman tersebut mengutip sumber diplomatik tentang pertemuan Panglima Angkatan Bersenjata dengan Blinken yang mengatakan, “keduanya membahas hubungan bilateral secara keseluruhan dan situasi regional”. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS menjawab pertanyaan tentang pertemuan Panglima Angkatan Bersenjata Pakistan dan kepala Badan Intelijen Pakistan dengan Anthony Blinken, dengan mengatakan: “Kami berharap dapat bermitra dengan mereka dalam kerja sama keamanan dan pertahanan regional”… (website pemerintah AS, 18/12/2023).

Semua ini menunjukkan perluasan pertemuan angkatan bersenjata, keamanan, dan bahkan politik Panglima Angkatan bersenjata Pakistan, dan seolah-olah dia adalah kepala negara!... Bukan tidak mungkin Amerika menginginkan dari perluasan pertemuan-pertemuan ini untuk mengatur ulang permasalahan di Pakistan.

Karena Amerika ingin memverifikasi bahwa orang-orang dan kebijakan-kebijakan di Pakistan sesuai dengan keinginannya, terutama karena pemilu di Pakistan semakin dekat (Februari 2024), jika tidak ditunda... Begitulah, meskipun pertemuan-pertemuan ini pada zhahirnya di bawah nama “kerja sama”, tetapi pada hakikatnya itu adalah loyalitas kepada Amerika... Yang sangat aneh, Panglima Angkatan Bersenjata Ashim Munir, tampil begitu relijius sehingga sebagian orang menyebutnya “Jenderal Mullah”, yakni syaikh!

Meski demikian, ia menyatakan aliansi dengan Amerika, mengikuti rencana-rencananya, mengimplementasikan tujuan-tujuannya, dan membuka jalan bagi Amerika untuk memperluas pengaruhnya di kawasan di bawah nama kemitraan dan kerja sama keamanan dan pertahanan... Seolah-olah ia tidak menyadari bahwa relijiusitas yang benar dengan Islam mewajibkan baginya loyalitas kepada Allah Yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa dan kepada Rasul-Nya saw., dan bukan kepada orang-orang kafir.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَتُرِيدُونَ أَنْ تَجْعَلُوا لِلَّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَاناً مُبِيناً

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?” (TQS an-Nisa’ [4]: 144).

Jadi relijiusitas itu bukanlah sebutan kosong tanpa isi!

أَفَلَا يَعْقِلُونَ

“Maka apakah mereka tidak memikirkan?” (TQS Fasin [36]: 68).

4- Laman Shawt al-Bâkistân (Voice of Pakistan) melansir pada 19/12/2023: “Kepala Staf Angkatan Bersenjata Letnan Jenderal Sayid Ashim Munir mengunjungi markas Komando Pusat di Tampa Bay, Florida dan membahas berbagai masalah, termasuk hubungan angkatan bersenjata dan keamanan regional dengan Jenderal Michael Corella, Panglima Komando Pusat Amerika Serikat.

Humas Angkatan Bersenjata Pakistan mengatakan dalam pernyataannya bahwa Kepala Staf Pakistan mengunjungi markas Komando Pusat AS dan mengadakan pembicaraan mendalam dengan Panglima Komando Pusat AS, Jenderal Michael Eric Corella. Dalam pertemuan tersebut, kedua belah pihak bertukar pandangan secara rinci mengenai isu-isu yang menjadi perhatian bersama, khususnya kerja sama di bidang keamanan regional.

Kepala Staf Pakistan mengatakan bahwa para jenderal kedua angkatan bersenjata bertukar pandangan tentang metode pelatihan bersama dan menegaskan kembali perlunya meningkatkan interaksi pelatihan... Dalam kunjungan tersebut, jenderal paling senior Pakistan itu juga mengunjungi Pusat Operasi Gabungan Pusat Komando AS... Dan pemerintahan Biden memberikan dukungan kepada Pakistan... Pemeritahan Biden menggambarkan Pakistan sebagai “sekutu utama di luar NATO”.

Dari hal itu jelas sejauh mana pentingnya kunjungan tersebut dan sejauh mana pentingnya person Panglima Angkatan Bersenjata Pakistan bagi pemerintah Amerika dan pertemuan-pertemuannya dengan para pejabat tinggi Amerika dan pembahasan mereka dengannya dalam isu-isu penting dan pemfokusan pada kerjasama keamanan dan pertahanan, yakni agar Pakistan menjadi ujung tombak Amerika di kawasan untuk memerangi pergerakan-pergerakan kaum Muslim melawan Amerika dan untuk menjaga pengaruhnya di sana.

Juga jelas bahwa Amerika tidak mencukupkan dengan agen-agen dari kalangan politisi tetapi juga agen-agen militer dengan sebutan interaksi dengan kelompok-kelompok yang luas dari berbagai poros di dalam pemeritahan Pakistan. Dan Pakistan dinilai sebagai mitra penting yakni pelayan penting untuk politik-politik Amerika di kawasan. Perlu diketahui bahwa Amerika telah mengumumkan Pakistan sebagai sekutu utama di luar NATO sejak 2004.

5- Laman Angkatan Bersenjata Pakistan berbahasa arab mengatakan di slitus X pada 20/12/2023, “Panglima Angkatan Bersenjata Ashim Munir berpartisipasi dalam dialog gamblang dengan para anggota pusat-pusat penelitian dan media-media terkemuka AS. Panglima Angkatan Bersenjata menjelaskan pandangan Pakistan tentang keamanan regional, terorisme lintas batas dan pentingnya menjaga kestabilan strategis di Asia selatan”.

Panglima Angkatan Bersenjata mengatakan, “Pakistan merupakan negara yang penting dari sudut pandangan geopolitik dan geoekonomi dan ingin mengembangkan diri sebagai pusat komunikasi dan portal ke asia tengah dan ke luarnya”. Ia menegaskan bahwa “Pakistan ingin memperluas kemitraan bilateral dengan Amerika Serikat melalui kemitraan jangka panjang dan beragam bidang”. Ia menekankan bahwa “pertemuan-pertemuannya selama kunjungannya ke Amerika Serikat dengan para pemimpin politik dan militer sangat positif”. Ia menyoroti bahwa “Pakistan berdiri sebagai benteng melawan terorisme lintas batas selama beberapa dekade untuk menjamin kestabilan regional serta perdamaian dan keamanan global”.

Ia menjelaskan bahwa “Pakistan memberikan berbagai kontribusi dan pengorbanan yang tidak ada duanya dalam perangnya terus menerus melawan terorisme. Dan Pakistan akan melanjutkan perjuangan sampai akhir...”. Sebagaimana ia juga menyoroti atas pentingnya menyelesaikan isu Kashmir sesuai harapan rakyat Kashmir dan keputusan-keputusan Dewan Keamanan PBB. Ia mengatakan, “Kashmir merupakan konflik internasional dan langkah sepihak tidak akan mengubah tabiat konflik ini melawan keinginan jutaan penduduk kawasan”.

Sebagaimana ia juga menyoroti atas perlunya segera menghentikan berbagai penderitaan di Gaza dan menyediakan bantuan-bantuan kemanusiaan serta implementasi solusi dua negara untuk merealisasi perdamaian langgeng di kawasan”.

6- Di sini Panglima Angkatan Bersenjata memfokuskan pada keinginannya dalam memperluas aliansi dengan Amerika dan loyalitasnya kepada Amerika dengan sebutan kemitraan bilateral dan ia inginkan jangka panjang dan beragam bidang, yakni dalam semua bidang, dan ia ingin menjadikan Pakistan sebagai benteng bagi Amerika untuk memerangi ummat dan pergerakan ummat bersifat pembebasan di bawah sebutan memerangi terorisme lintas batas, yakni antara Afghanistan dan Pakistan secara khusus dan negeri-negeri islami lainnya secara umum.

Perlu diketahui bahwa Pakistan dan Afghanistan adalah satu negeri yang dibagi dan digariskan perbatasannya oleh para penjajah yang dahulu mencaplok negeri ini dan mereka bagi menjadi beberapa negara yang saling berselisih sehingga tetap lemah, tidak kuat melakukan sesuatu dan sehingga mereka dapat mengontrolnya, menjajahnya dan menggunakan sebagiannya melawan sebagian yang lain.

Adapun Kashmir, kunjungan Jenderal Munir ke Washington bertepatan waktunya dengan dukungan Mahkamah Agung India atas aneksasi bagian dari Kashmir yang dikontrol oleh India yang telah dianeksasi ke India. Al-Jazeera.net mengutip pada 14/12/2023: “Dewan Peradilan yang terdiri dari lima orang hakim termasuk Ketua Mahkamah Agung Chandrachud, mengumumkan keputusannya pada 12 Desember menerima keputusan pemerintah pusat mencabut otonomi untuk Kashmir...”. Dan India tidak mengambil keputusan ini kecuali dengan persetujuan dan dukungan Amerika. Meski demikian, Panglima Angkatan Bersenjata Pakistan mengunjungi Amerika seraya lupa atau berpura-pura lupa dengan dukungan Amerika untuk India dan permusuhannya terhadap Pakistan! Kemudian Panglima Angkatan Bersenjata menilai isu Kashmir sebagai isu internasional dan bahwa isu Kashmir diselesaikan menurut keputusan jahat PBB.

Perlu diketahui bahwa isu Kashmir merupakan isu islami dan Kashmir merupakan negeri islami yang dicaplok oleh India yang wajib bagi Pakistan untuk membebaskannya dan membantu penduduknya dalam melawan pendudukan dan arogansi orang-orang hindu, apalagi Pakistan memang mampu melakukan hal itu, sebab gerakan-gerakan jihadi Kashmir hampir meraih kemenangan atas India dengan dukungan dari militer Pakistan dalam perang gunung Kargil tahun 1999 seandainya tidak ada pengkhianatan perdana menteri Nawaz Syarif dan Panglima Angkatan Bersenjata Pervez Musyarraf ketika itu yang diperintahkan oleh Amerika untuk menghentikan dukungan tersebut dan menarik pasukan Pakistan dan mengumumkan gerakan-gerakan Kashmir sebagai teroris.

Adapun serangan Yahudi yang brutal terhadap Gaza dan solusi dua negara yang dikatakan oleh Panglima Angkatan Bersenjata Pakistan “implementasi solusi dua negara untuk merealisasi perdamaian langgeng di kawasan”, maka Palestina tanah yang diberkahi ... merupakan tanah islami yang tidak boleh Yahudi memiliki kekuasaan di sana, dan solusi dua negara tidak boleh memiliki tempat di situ.

Akan tetapi sebagaimana dahulu difutuhat oleh al-Faruq, dijaga oleh Khulafaur Rasyidun, dibebaskan oleh Shalahuddin dan dilindungi oleh Abdul Hamid dari Yahudi ... Begitu pula, Palestina merupakan negeri islami ... tidak ditawarkan untuk dijual, tidak menerima pembagian antara warganya dengan orang yang mencaploknya dan mengusir warganya dari sana ... jadi solusinya bukanlah solusi dua negara, tetapi sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Kuasa adalah solusi yang hak.

وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ

“Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu” (TQS al-Baqarah [2]: 191).

7- Sesungguhnya masalahnya ada pada pola pikir para penguasa Pakistan dan para komandan angkatan bersenjata dan cara berpikir mereka yang salah. Sebab mereka menjadikan diri mereka taat kepada Amerika.

Padahal mereka memiliki potensi yang besar dalam menjadi negara besar yang menantang dan menyaingi Amerika, dan mereka menyelesaikan isu-isu dan persoalan-persoalan mereka sendiri menurut konsepsi dan norma-norma agama mereka yang dibawa oleh Rasulullah saw sebagai wahyu dari Allah yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa, dan membebaskan orang-orang arab dari konflik jahiliyah di antara mereka dan menjadikan mereka dengan Islam sebagai sebaik-baik umat yang dikeluarkan untuk manusia membebaskan negeri Persia dan menghilangkan negara Persia yang kala itu merupakan negara besar membebaskan Konstantinopel ibukota Romawi yang kala itu juga merupakan negara besar.

Dan kemuliaan Islam dan kaum Muslim dengan Daulah Islam yang menyinari dunia dengan keadilan dan berikutnya membenarkan yang hak dan yang batil menjadi lenyap, sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.

Dan inilah yang Hizbut Tahrir meminta pertolongan kalian untuk merealisasinya dengan tegaknya Daulah Islam, al-Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah SWT:

وَعَدَ اللهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa” (TQS an-Nur [24]: 55).

Dan yang telah disampaikan kabar gembiranya oleh Rasul-Nya saw:

«

ثُمَّ تَكُونُ مُلْكاً جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ» أخرجه أحمد

“Kemudian ada kekuasaan yang diktator dan akan ada sesuai kehendak Allah, kemudian Dia mengangkatnya jika berkehendak mengangkatnya, kemudian ada khilafah yang yang mengikuti manhaj kenabian”, kemudian beliau diam” (HR Ahmad).

Intervensi Negara Dalam Perekonomian dan Pajak

Intervensi Negara Dalam Perekonomian dan Pajak

Pertanyaan:

Tsaqofatuna.id - Assalamu ‘alaika syaikhuna yang mulia, semoga Allah senantiasa memelihara dan menjaga Anda.

Saya ingin mengetahui sejauh mana intervensi Penguasa daulah Islamiyah dalam perekonomian secara keseluruhan? Kemudian sejauh mana Penguasa dalam memungut pajak (dan bagaimana pengadaptasian secara fiqhiy untuk pajak secara umum)?

Jawab:

Wa ‘alaikum as-salam wa rahmatullah wa barakatuhu.

Pertanyaan Anda tentang intervensi negara dalam perekonomian dan tentang pajak

1 – Berkaitan dengan intervensi negara dalam perekonomian, di dalam sistem ekonomi Islam berbagai kewajiban dan hak negara dan kewajiban serta hak masyarakat sudah ditentukan oleh hukum-hukum syara’, semua itu akan mengatur kewenangan pemerintah dan rakyat. Di dalam sistem ekonomi, kepemilikan sangat berpengaruh dari sisi cara-cara kepemilikan dan pembelanjaan … Karena itu, Islam telah membatasi kepemilikan ini, melindunginya dan menjaganya dari segala pelanggaran. Ada kepemilikan individu, kepemilikan negara dan kepemlikan umum dan masing-masing jenis kepemilikan itu tidak melanggar yang lain.

Oleh karena itu, intervensi negara dalam model yang dikenal sekarang, di mana kepemilikan pribadi dikeluarkan dan dijadikan kepemilikan umum atau kepemlikan negara, atau sebaliknya kepemilikan umum dijadikan kepemilikan pribadi seperti pemberian konsesi minyak dan barang tambang kepada swasta baik dalam maupun lua rnegeri … Semua itu tidak boleh di dalam Islam. Akan tetapi masing-masing pada batasan koridor kepemilikannya: individu dalam kepemilikan pribadi mereka, negara dalam kepemilikan negara seperti ghanimah dan kharaj … dan umat dalam kepemilikan umumnya seperti minyak bumi, barang tambang dan sumber energi … Atas dasar itu di dalam Daulah Islamiyah tidak ada fakta intervensi yang dikenal saat ini di dalam sistem ekonomi.

2. Sedangkan pajak maka di dalam Islam tidak ada pajak yang diambil dari masyarakat. Nabi saw dahulu mengatur urusan-urusan rakyat dan tidak terbukti dari beliau saw bahwa beliau memungut pajak atas masyarakat. Tidak diriwayatkan sama sekali bahwa beliau memungut pajak. Ketika beliau mengetahui bahwa orang di perbatasan daulah mengambil pajak atas komoditi yang masuk ke negeri maka beliau melarang hal itu.

Telah diriwayatkan dari ‘Uqbah bin ‘Amir bahwa ia telah mendengar Rasulullah saw bersabda:

«لا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ صَاحِبُ مَكْسٍ»

Tidak masuk surga pemungut cukai (HR Ahmad dan dishahihkan oleh al-Hakim)

Shâhib al-maksi adalah orang yang mengambil pajak atas perdagangan … Ini menunjukkan larangan mengambil pajak dengan makna yang diistilahkan barat. Terlebih lagi di dalam hadits Muttafaq ‘alayh dari jalur Abu Bakrah Rasul saw bersabda:

«إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا...»

Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian adalah haram bagi kalian seperti keharaman hari kalian ini, di negeri kalian ini dan di bulan kalian ini …

Dan sabda Rasul saw itu bersifat umum mencakup semua manusia termasuk daulah. Mengambil pajak adalah mengambil harta seorang muslim tanpa keralaan dirinya yang menunjukkan ketidakbolehan memungut pajak itu.

Akan tetapi ada satu kondisi yang disetujui oleh syara’ dan disitu diperbolehkan diambil harta yang dibutuhkan tanpa tambahan (tidak lebih dari jumlah yang dibutuhkan) dan hanya diambil dari orang-orang kaya dari kelebihan harta mereka. Kondisi itu adalah jika ada pembelanjaan yang diwajibkan atas baitul mal dan kaum Muslimin, sementara di baitul mal tidak terdapat harta yang cukup maka diambil harta sesuai dengan kadar pembelanjaan itu dari kelebihan harta orang-orang kaya untuk menutupi kekurangan pembelanjaan tersebut. Adapun jika pembelanjaan itu hanya diwajibkan atas baitul mal dan tidak diwajibkan atas kaum Muslimin, maka tidak diambil harta dari kaum Muslimin untuk menutupi pembelanjaan itu jika harta di baitul mal tidak mencukupi. Akan tetapi untuk menutupi pembelanjaan tersebut dibelanjakan harta dari baitul mal saja.

Misalnya, memenuhi kebutuhan-kebutuhan orang-orang fakir berupa pangan, papan dan sandang. Ini adalah wajib bagi negara dari harta baitul mal. Demikian juga wajib bagi kaum Muslimin: Rasulullah saw bersabda:

«وَأَيُّمَا أَهْلُ عَرْصَةٍ أَصْبَحَ فِيهِمْ امْرُؤٌ جَائِعٌ فَقَدْ بَرِئَتْ مِنْهُمْ ذِمَّةُ اللَّهِ تَعَالَى»

Penduduk negeri manapun yang di tengah mereka ada seorang yang kelaparan maka dzimmah (jaminan) Allah terlepas dari mereka (HR Ahmad dari Ibn Umar)

Maka jika harta di baitul mal tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokok orang-orang fakir, maka diambil pajak dari orang-orang kaya kaum Muslimin untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu sesuai dengan kadar yang dibutuhkan dan tidak lebih.

Contoh lain, jihad adalah fardhu atas baitul mal dan kaum Muslimin berdasarkan firman Allah SWT:

وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

Dan berjihadlah di jalan Allah dengan harta dan jiwa kalian (TQS at-Tawbah [9]: 41)

Dan firman Allah SWT:

وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ

Dan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka (TQS an-Nisa’ [4]: 95)

Karena itu, untuk memenuhi kebutuhan jihad diberlakukan ketentuan yang sama.

Begitulah di dalam Islam pajak tidak diambil kecuali pada kondisi yang wajib memenuhi dua syarat:

Pertama, hal itu diwajibkan atas baitul mal dan kaum Muslimin sesuai dengan dalil-dalil syara’ yang sharih.

Kedua, tidak ada di baitul mal harta yang mencukupi untuk kebutuhan itu.

Dalam kondisi ini saja boleh diambil pajak dengan kadar untuk memenuhi kebutuhan tanpa tambahan atau tanpa lebih, diambil dari kelebihan harta orang-orang kaya. Kami katakan dari kelebihan yakni dari kelebihan untuk kebutuhan pangan, papan dan sandang orang kaya itu beserta isterinya, pembantunya, dan apa yang ia kendarai untuk menunaikan kebutuhannya dan semacamnya sesuai kewajaran di masyarakat sebab Allah SWT berfirman:

وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ

Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan". (TQS al-Baqarah [2]: 219)

Yakni apa yang dalam membelanjakannya tidak perlu tenaga, dengan makna kelebihan dari kecukupan keperluannya sesuai yang ma’ruf untuk orang semisalnya. Dan Rasul saw bersabda:

«أفضلُ الصَّدَقَةِ مَا كَانَ عَنْ ظَهْرِ غِنًى»

Shadaqah yang paling utama adalah yang dari orang kaya (Muttafaq ‘alayh dari jalur Hakim bin Hizam dan Abu Hurairah)

Dan makna zhahri ghina yakni yang lebih dari kecukupannya dengan ma’ruf.

Ringkasnya, tidak ada pajak di dalam Islam kecuali pada kondisi ini dan sesuai dengan kadarnya tanpa tambahan dan tidak diambil kecuali dari zhahri ghina (oang kaya). Dan itu adalah kondisi yang dalam sejarah Islami sangat jarang terjadi sebab sumber-sumber pemasukan negara yang kontinu yang telah dijelaskan oleh Islam cukup untuk itu. Akan tetapi jika terjadi, maka boleh diambil pajak untuknya sesuai apa yang telah dijelaskan di atas.

Saudaramu

Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah

01 Sya’ban 1434

10 Juni 2013

Ekonomi Berkaitan dengan Emas

Ekonomi Berkaitan dengan Emas

Pertanyaan:

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Al-‘Alim al-Jalil Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah, hafizhakallâh wa ra’âka.

Tsaqofatuna.id - Pertanyaan ekonomi terkait dengan emas:

Apa faktor-faktor yang mempengaruhi harga emas? Kenapa harga emas jatuh sejak akhir tahun lalu? Kenapa terjadi penurunan mendadak kira-kira sebulan lalu? Dan bolehkah secara syar’i menyimpan emas menggantikan uang kertas dengan tetap dikeluarkan zakatnya (apakah termasuk kanzu), dan jika boleh apakah hal itu disarankan dari aspek ekonomi?

Barakallâh fika.

Jawab:

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

1. Seperti Anda tahu bahwa dahulu mata uang adalah emas dan perak. Sampai ketika beberapa negara di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 mengeluarkan uang kertas maka itu disubstitusi dengan emas dan perak dan bisa dipertukarkan kapan saja degan emas dan perak. Artinya, pemilik uang kertas bisa pergi ke bank negara yang mengeluarkan uang kertas itu dan mengambil gantinya berupa emas sesuai dengan nilainya.

2. Keadaan tersebut menjadi kacau selama PD I 1914 dan PD II 1939, khususnya terjadi great depression di Amerika tahun 1929 dan menyebar ke negara lainnya. Akhirnya penukaran mata uang kertas dengan emas dikenai berbagai batasan.

3. Ketika PD II berakhir pada tahun 1945 dan Amerika keluar menjadi pihak yang paling sedikit kerugiannya, sementara di pihak lain Eropa, Jerman dan Jepang ditimpa kerugian besar dan kehancuran industri dan bangunan … akhirnya sebagian besar emas dimiliki oleh Amerika pasca perang. Karena kekuatan militer dan ekonominya, Amerika dalam konferensi Bretton Woods bisa menjadikan mata uangnya Dolar kertas sebagai back up untuk mata uang negara-negara lain seperti halnya back up emas. Yakni negara-negara lain bisa mencetak mata uang kertas namun jika negara itu memiliki emas atau dolar. Dan Amerika menentukan kurs dolar yaitu US$ 35 per satu troy once emas dan Amerika berjanji kepada negara-negara yang memiliki dolar kertas jika ingin menukar nilai dolar itu dengan emas sesuai kurs yang disebutkan itu.

4. Faktor yang membantu Amerika dalam hal itu karena cadangan emasnya cukup atau bahkan lebih dari dolar kertas yang dicetak di dalam negeri dan luar negeri. Yang penting adalah adanya cadangan emas di Amerika mampu memback up dolar luar negeri di negara-negara atau individu. Sedangkan dolar kertas di dalam negeri maka perlakuan terhadapnya lebih mudah dari dolar di luar negeri.

Supaya deskripsi tersebut jelas, cadangan emas Amerika tahun 1946 pasca perjanjian Bretton Woods nilainya menurut kurs yang ditetapkan di dalam perjanjian itu adalah 20,6 miliar dolar. Sementara pada saat yang sama dolar kertas di luar negeri yang dimiliki negara-negara dan individu besarnya 6,1 miliar dolar. Keadaannya tetap bertahan demikian, yakni bahwa Amerika mampu menjamin kurs dolar yang disebutkan itu hingga tahun 1960 dimana cadangan emas di Amerika sebanyak 18,8 miliar, semenatra besarnya dolar kertas di luar negeri sebesar 19,7 miliar. Artinya Amerika hampir-hampir bisa menjamin kurs dolar. Setelah itu, cadangan dolar di luar negeri mulai lebih besar dari cadangan emas di Amerika.

5. Hasil dari jatuhnya back up dolar emas, Amerika meminta bantuan negara-negara utama di dunia untuk menaikkan back up dolar emas. Maka terjadilah kesepakatan pembentukan Perkumpulan Emas yang aktifitasnya adalah jika harga emas naik karena suatu sebab di pasar, bank-bank negara Perkumpulan Emas segera melakukan intervensi dengan menggelontorkan sejumlah emas tambahan ke pasar untuk mengembalikan harga ke tingkat keseimbangan. Dan sebaliknya, jika harga emas turun maka bank-bank tersebut segera membeli sejumlah emas kelebihan itu sehingga harga emas kembali naik ke tingkat awal.

Perkumpulan ini berlangsung beberapa tahun. Namun secara gradual intervensi ke pasar itu menjadi bermasalah khususnya antara tahun 1965 hingga matinya Perkumpulan Emas pada 17 Maret 1968. Hal itu mengancam cadangan emas negara-negara anggota meleleh. Akhirnya Perancis menarik diri pada bulan Juni 1967. Kemudian segera terjadi krisis (Poundsterling pada musim gugur 1967, lalu krisis emas 1968). Dua krisis itu menyebabkan kerugian negara-negara Perkumpulan Emas selama enam bulan mencapai 2,5 miliar dolar emas. Maka diselenggarakan pertemuan di Washington pada 17 Maret 1968 dan diputuskan menghapus Perkumpulan Emas dan membiarkan harga emas bebas ditentukan oleh kekuatan suply dan demand.

6. Krisis emas yang disebutkan di atas menyebabkan merosotnya cadangan emas di Amerika dari 14 miliar pada tahun 1965 menjadi 10,48 miliar pada bulan Maret 1968 ketika Perkumpulan Emas dihapuskan. Cadangan emas milik Amerika pada waktu itu merupakan batas terendah jumlah cadangan untuk krisis yang dinyatakan oleh undang-undang untuk back up emas dalam negeri bagi dolar (25%). Karena itu Amerika menghapus penukaran dolar milik swasta di luar negeri kepada emas dan penukaran emas hanya untuk cadangan luar negeri resmi. Jumlah emas yang tersisa di Amerika yang merupakan batas terendah yang disebutkan itu hanya cukup untuk cadangan resmi luar negeri saja. Artinya back up emas di dalam negeri (25%) telah dihapus. Akan tetapi Amerika tidak mampu memenuhi penukaran cadangan resmi luar negeri akibat impor dan ekspor oleh sektor swasta. Demikian juga transaksi sektor umum dalam hubungan internasional dengan pihak lain.

7. Atas dasar itu, Amerika pada masa presiden Nixon memutuskan penghapusan penuh back up sistem pertukaran dengan emas pada tahun 1971. Setelah itu, uang kertas tidak lagi memiliki back up yang bisa dipertukarkan baik segera atau bertempo. Bahkan nilai uang kertas akhirnya hanya ditentukan oleh perekonomian negara-negara yakni oleh neraca pembayarannya, situasi negara-negara secara keamanan dan krisis-krisis yang melanda … Ini disamping juga terjadi spekulasi pasar finansial. Kemudian unsur penting lain adalah minyak dan harga minyak dan ancaman keamanan dan kekacauan terhadap sumber-sumber minyak.

8. Untuk menjelaskan hal itu kami katakan:

a. Emas sebagai komoditas setelah tanggal itu jadi dipengaruhi oleh suply dan demand. Jika suply bertambah misalnya beberapa negara menjual sebagian dari cadangan emasnya untuk memperkuat perekonomian, artinya suply emas di pasar bertambah dan harga emas pun turun … Dan jika sebagian negara atau beberapa individu menerima untuk membeli emas untuk spekulasi tertentu maka demand bertambah dan harga emas pun naik.

b. Demikian juga jika batasan-batasan terhadap impor emas dihilangkan atau diperkecil, maka impor dan ekspor menjadi lebih aktif kemudian gerakan suply dan demand di pasar meningkat, dan hal itu menyebabkan menurunnya harga emas seperti yang terjadi pada negara-negara teluk pada awal tahun 2011 setelah dihilangkannya bea cukai dari produk kerajinan dan olahan emas dan penyatuan jaringan antara negara-negara itu yang menyebabkan penurunan harga emas akibat naiknya pergerakan impor dan ekspor emas diantara negara-negara itu.

c. Demikian juga jika dolar menurun karena sebab ekonomi, perang atau lainnya maka masyarakat mengarah untuk menyimpan emas menggantikan dolar. Negara-negara juga mengubah cadangan devisanya kepada emas menggantikan dolar. Maka demand terhadap emas meningkat dan harganya pun naik. Dan jika dolar naik karena perbaikan ekonomi Amerika atau semacamnya maka kepercayaan masyarakat terhadap dolar kembali, dan berikutnya mereka menjual sebagian simpanan emasnya sehingga suply emas meningkat dan mereka menyimpan dolar menggantikan emas, sehingga harga emas pun turun.

d. Kemudian ada topik minyak. Naik turunnya harga emas hari ini berbanding lurus dengan naik turunnya harga minyak. Setiap kali harga per barel minyak naik maka harga emas pun ikut naik. Dan setiap kali harga per barel minyak turun, harga emas ikut turun.

9. Berdasarkan hal itu maka pertanyaan Anda bisa dijawab:

a. Turunnya harga emas tahun 2012:

Terjadi dua kejadian yang menarik perhatian pada tahun itu:

Pertama, perbaikan relatif pada harga dolar setelah sangat tertekan pada beberapa tahun sebelumnya akibat krisis perekonomian Amerika hasil dari ambruknya pasar properti… Perbaikan harga dolar ini menyebabkan turunnya harga emas sesuai apa yang telah kami sebutkan di atas dimana harga dolar berbanding terbalik dengan harga emas.

Kedua, Rusia menjual sekitar 4 ton cadangan emasnya. Itu untuk kali pertama sejak lima tahun terakhir. Dan berikutnya penjualan itu yang berarti penambahan suply ikut andil dalam turunnya harga emas.

Ada sebab-sebab sekunder. Akan tetapi apa yang kami sebutkan di atas yang paling besar pengaruhnya.

b. Adapun turunnya harga emas tiba-tiba selama bulan Juli 2013 maka itu terjadi pada 19 Juni 2013 dimana gubernur Bank Sentral Amerika the Fed mengumumkan jadual yang mungkin untuk pengurangan secara gradual program quantitative easing. Hal itu menyebabkan adanya dukungan terhadap dolar secara kuat, dan berikutnya harga emas turun sampai pada tingkat dimana harga satu once sekitar 1180 dolar! Itu lebih banyak tinggi sedikit dari biaya eksplorasi emas dari tambang dimana biaya itu antara 1135 – 1150 dolar per once. Hal itu menyebabkan Bankaj Gupta direktur perusahaan SMC Comics mengatakan: “saya tidak memprediksi turunnya harga emas di bawah tingkat ini karena sebab utamanya adalah biaya eksplorasi emas di pertambangan sebesar 1135 – 1150 dolar per once. Itu artinya, tunrunnya harga emas di bawah angka itu akan mendorong pertambangan menghentikan penambangan dan menghentikan penawaran di pasar, sesuatu yang menyebabkan naiknya kembali harga emas”.

Ucapan itu benar sampai pada batas tertentu dimana harga emas pada bulan Agustus 2013 kembali naik sedikit menjadi 1310 dolar per once meskipun departemen keuangan Amerika Serikat mengurangi program pembelian obligasi yang mencapai 85 miliar dolar per bulan, yang itu artinya mengurangi penawaran dolar di pasar dan berikutnya harga dolar naik yang menyebabkan turunnya harga emas. Meski demikian harga emas tidak turun dari harga pada bulan Juli 2013, meskipun harga emas tetap turun sedikit mendekati biaya eksplorasi. Akan tetapi seperti yang dikatakan Gupta, harga emas setiap kali mendekati biaya eksplorasi maka sebagian tambang akan mengurangi produksinya dan berikutnya penawaran emas juga turun sehingga harganya naik meski hanya sedikit.

c. Adapun pertanyaan Anda tentang menyimpan emas dan perak, sebagai ganti menyimpan uang kertas, maka hukum syara’ terkait emas tidak berbeda antara emas itu lantakan atau cetakan uang … Menimbunnya bukan karena suatu keperluan adalah haram hingga meskipun dikeluarkan zakatnya. Ini yang lebih rajih dalam masalah terebut sesuai dalil-dalil syara’ terkait hal itu. Namun menyimpannya jika untuk suatu keperluan seperti Anda ingin membangun rumah atau menikahkan anak Anda … maka menyimpan emas untuk keperluan adalah boleh dengan tetap dikeluarkan zakatnya.

Saudaramu

Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah

17 Syawal 1434 H

24 Agustus 2013 M

Makna Hadits asy-Syarif Tentang Mujaddid Tiap Seratus Tahun

Makna Hadits asy-Syarif Tentang Mujaddid Tiap Seratus Tahun

Pertanyaan:

Tsaqofatuna.id - Assalamu‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu. Semoga Allah memberkahi Anda dan mempercepat nushrah melalui tangan Anda … dan semoga Allah memberi manfaat kepada kami dengan ilmu Anda.

Diantara hadits-hadits shahih yang masyhur adalah apa yang diriwayatkan oleh Shahabat yang mulia Abu Hurairah ra., dari Rasulullah saw bahwa beliau bersabda:

«إِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِينَهَا»

Sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini pada setiap akhir seratus tahun orang yang memperbaharui untuk umat agama mereka (HR Abu Dawud no. 4291, Dishahihkan oleh as-Sakhawi di al-Maqâshid al-Hasanah (149) dan al-Albani di as-Silsilah ash-Shahîhah no. 599)

Pertanyaannya adalah: Apa makna hadits tersebut? Apakah kata “man“ di dalam hadits tersebut memberi faedah bahwa mujadid itu individu ataukah jamaah? Dan apakah mungkin membatasi mereka pada abad ke tujuh?

Semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik kepada Anda.

Jawab:

Wa ‘alaikum as-salam wa rahmatullah wa barakatuhu.

Benar, hadits tersebut shahih. Dan di dalamnya ada lima masalah:

1. Dari tahun mana dimulai abad itu? Apakah dari kelahiran Rasul saw, atau dari tahun beliau diutus, atau dari hijrah, atau dari wafat beliau saw?

2. Apakah “ra’s kulli mi`ah“ berarti awal setiap seratus (setiap satu abad), atau sepanjang tiap satu abad, atau pada akhir tiap satu abad?

3. Apakah kata “man“ berarti satu orang, atau berarti jamaah yang memperbaharui untuk manusia agama mereka?

4. Apakah ada riwayat yang memiliki sudut pandang shahih tentang hitungan orang-orang mujadid selama abad-abad lalu?

5. Apakah mungkin kita mengetahui pada abad ke empat belas yang berakhir pada 30 Dzul Hijjah 1399 siapakah mujadid untuk masyarakat yang memperbaharui agama mereka?

Saya akan berusaha semampu saya untuk menyebutkan yang rajih menurut saya dalam masalah-masalah tersebut tanpa terjun pada point-point perbedaan. Dan saya katakan dengan taufik dari Allah dan Dia Zat yang memberi petunjuk kepada jalan yang lurus:

1. Dari tahun berapa dimulai seratus tahun itu?

Al-Munawi di Muqaddimah Fath al-Qadir mengatakan: “diperselisihkan tentang ra’s al-mi`ah apakah dinilai dari kelahiran Nabi saw, tahun beliau diutus, hijrah atau tahun beliau wafat …” Dan yang rajih menurutku bahwa penilaian tersebut adalah dari hijrah.

Hijrah itu adalah peristiwa yang dengannya Islam dan kaum Muslimin menjadi mulia dengan tegaknya daulahnya. Karena itu ketika Umar mengumpulkan para sahabat untuk bersepakat atas awal kalender, mereka bersandar pada hijrah. Imam ath-Thabari mengeluarkan di Târîkh-nya, ia berkata:

"حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الْحَكَمِ، قَالَ: حَدَّثَنَا نُعَيْمُ بْنُ حَمَّادٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا الدَّرَاوَرْدِيُّ، عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي رَافِعٍ، قَالَ: سَمِعْتُ سَعِيدَ بْنَ الْمُسَيِّبِ، يَقُولُ: جَمَعَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ النَّاسَ، فَسَأَلَهُمْ، فَقَالَ: من أي يوم نكتب؟ فقال علي: من يوم هاجر رسول الله صلى الله عليه وسلم، وَتَرَكَ أَرْضَ الشِّرْكِ، فَفَعَلَهُ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ.

Telah menceritakan kepadaku Abdurrahman bin Abdullah bin Abdul Hakam, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Nu’aim bin Hamad, ia berkata: telah menceritakan kepada kami ad-Darawardi dari Utsman bin Ubaidullah bin Abi Rafi’, ia berkata: aku mendegar Sa’id bin al-Musayyib berkata: Umar bin al-Khaththab mengumpulkan orang-orang dan menanyai mereka. Umar berkata: dari hari apa kita tulis?” maka Ali berkata: “dari hari Rasulullah saw hijrah dan beliau meninggalkan bumi kesyirikan”. Maka Umar ra. melakukannya.

Abu Ja’far (ath-Thabari) berkata: mereka –para sahabat- menilai tahun hijriyah pertama dari Muharram tahun itu, yakni dua bulan beberapa hari sebelum Rasulullah saw datang ke Madinah karena Rasulullah saw datang di Madinah pada tanggal 12 Rabiul Awal.”

Atas dasar itu, saya merajihkan untuk menghitung tahun-tahun ratusan (abad) berawal dari tahun hijrah yang dijadikan sandaran para sahabat ridhwanullah ‘alayhim.

2. Sedangkan ra’s al-mi`ah maka yang rajih adalah akhirnya. Yakni bahwa mujadid itu ada pada akhir abad yaitu seorang yang ‘alim, terkenal, bertakwa dan bersih. Dan wafatnya pada akhir ratusan itu dan bukan pada pertengahan atau sepanjang abad itu. Adapun kenapa saya merajihkan hal itu maka itu dikarenakan sebab-sebab berikut:

a. Ditetapkan dengan riwayat-riwayat shahih bahwa mereka menilai Umar bin Abdul ‘Aziz pada pengujung seratus tahun pertama. Beliau wafat pada tahun 101 H, dan usia beliau 40 tahun. Dan mereka menilai asy-Syafii pada penghujung seratus tahun kedua dan beliau wafat pada tahun 204 H dan usia beliau 54 tahun. Dan jika diambil penafsiran “ra’s kulli mi`ah sanah” itu selain ini, yakni ditafsirkan awal abad, maka Umar bin Abdul Aziz bukan mujadid abad pertama sebab beliau dilahirkan tahun 61 H. Begitu pula asy-Syafii bukan mujadid abad kedua sebab beliau dilahirkan tahun 150 H. Ini makna ra’s kulli mi`ah sanah” yang dinyatakan di dalam hadits tersebut, berarti akhir abad dan bukan awalnya. Maka mujadid itu dilahirkan sepanjang abad itu kemudian menjadi seorang yang ‘alim terkenal dan mujadid pada akhir abad itu dan diwafatkan pada akhir abad itu.

b. Sedangkan dalil bahwa Umar bin Abdul Aziz adalah mujadid seratus tahun pertama dan asy-Syafii adalah mujadid seratus tahun kedua adalah apa yang sudah terkenal di tengah para ulama dan para imam umat ini. Az-Zuhri, Ahmad bin Hanbal dan selain keduanya diantara para imam terdahulu dan yang belakangan, mereka telah sepakat bahwa mujadid abad pertama adalah Umar bin Abdul Aziz rahimahullah dan pada akhir abad kedua adalah imam asy-Syafii rahimahullah. Umar bin Abdul Aziz diwafatkan pada tahun 101 dan usianya 40 tahun dan masa khilafah beliau selama dua setengah tahun. Dan asy-Syafii diwafatkan pada tahun 204 dan usia beliau 54 tahun. Al-Hafizh Ibn Hajar di at-Tawâliy at-Ta`sîs mengatakan, Abu Bakar al-Bazar berkata, aku mendengar Abdul Malik bin Abdul Humaid al-Maymuni berkata:: aku bersama Ahamd bin Hanbal lalu berlangsung mengingat asy-Syafii lalu aku lihat Ahmad mengangkatnya dan berkata: diriwayatkan dari an-Nabi beliau bersabda:

إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يُقَيِّضُ فِي رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُعَلِّمُ النَّاسَ دِينَهُمْ

Sesungguhnya Allah membatasi pada penghujung setiap seratus tahun orang yang mengajarkan masyarakat agama mereka

Ahmad berkata, Umar bin Abdul Aziz pada penghujung abad pertama dan saya berharap asy-Syafii pada abad yang lain (kedua).

Dan dari jalur Abu Sa’id al-Firyabi, ia berkata: Ahmad bin Hanbal berkata:

إِنَّ اللَّهَ يُقَيِّضُ لِلنَّاسِ فِي كُلِّ رَأْسِ مِائَةٍ مَنْ يُعَلِّمُ الناس السنن وينفي عن النبي الْكَذِبَ فَنَظَرْنَا فَإِذَا فِي رَأْسِ الْمِائَةِ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ وَفِي رَأْسِ الْمِائَتَيْنِ الشَّافِعِيُّ

Sesungguhnya Allah membatasi untuk masyarakat pada setiap penghujung seratus tahun orang yang mengajarkan masyarakat sunan dan menafikan kedustaan dari Nabi dan kami melihat pada penghujung seratus tahun pertama adalah Umar bin Abdul Aziz dan pada penghujung seratus tahun kedua adalah asy-Syafii

Ibn ‘Adi berkata: aku mendengar Muhammad bin Ali bin al-Husain berkata: aku mendengar ashhabuna mereka mengatakan, pada seratus tahun pertama adalah Umar bin Abdul Aziz dan pada seratus tahun kedua Muhammad bin Idris asy-Syafii.

Al-Hakim telah mengeluarkan di Mustadrak-nya dari Abu al-Walid, ia berkata: aku ada di majelis Abu al-‘Abbas bin Syuraih ketika seorang syaikh (orang tua) berdiri kepadanya memujinya lalu aku mendengar ia berkata: telah menceritakan kepada kami Abu ath-Thahir al-Khawlani, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Wahbin, telah memberitahukan kepada kami Sa’id bin Abi Ayyub dari Syarahil bin Yazid dari Abu ‘Alqamah, dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda:

«إِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِينَهَا»

Sesungguhnya Allah mengutus pada penghujung setiap seratus tahun orang yang memperbaharui agamanya

Maka bergembiralah wahai al-Qadhi, sesungguhnya Allah mengutus pada penghujung seratus tahun pertama Umar bin Abdul Aziz, dan Allah mengutus pada penghujung seratus tahun kedua Muhammad bin Idris asy-Syafii …

Al-Hafizh Ibn hajar mengatakan, ini mengindikasikan bahwa hadits itu masyhur pada masa itu.

c. Dan mungkin dikatakan bahwa ra’s asy-syay`i secara bahasa artinya awalnya. Lalu bagaimana kita merajihkan bahwa ra’s kulli mi`ah sanah adalah akhirnya dan bukan awalnya? Jawabnya adalah bahwa ra’s asy-syay`i seperti di dalam bahasa adalah awal sesuatu itu dan demikin juga akhirnya. Ia berkata di Tâj al-‘Arûs: ra’s asy-syay`i adalah ujungnya dan dikatakan akhirnya. Ibn Manzhur berkata di Lisân al-‘Arab: kharaja adh-dhabb murâ`isan: biawak itu keluar dari lubangnya dengan kepala lebih dahulu dan ada kalanya dengan ekornya lebih dahulu. Yakni keluar dengan awal atau akhirnya. Atas dasar itu ra’s asy-syay`i seperti yang dinyatakan di dalam bahasa, bermakna awalnya, dan bermakna ujungnya baik awalnya atau akhirnya. Dan kita perlu qarinah yang merajihkan makna yang dimaksud di dalam hadits untuk kata ra’s al-mi`ah apakah awalnya ataukah akhirnya. Dan qarinah-qarinah ini ada di dalam riwayat-riwayat terdahulu yang menilai Umar bin Abdul Aziz adalah mujadid seratus tahun pertama dan beliau diwafatkan pada tahun 101 dan penilaian bahwa asy-Syaifi adalah mujadid seratus tahun kedua dan beliau diwafatkan pada tahun 204. Semua itu merajihkan bahwa makna di dalam hadits tersebut adalah akhir seratus dan bukan awalnya.

Berdasarkan atas semua yang terdahulu itu maka saya merajihkan bahwa makna ra’s kulli mi`ah sanah yang dinyatakan di dalam hadits tersebut adalah akhir setiap seratus tahun.

3. Adapun apakah kata “man” berarti satu orang atau jamaah, maka hadits tersebut diriwayatkan “diutus untuk umat ini …orang yang memperbaharui agama umat”. Seandainya kata “man” menunjukkan pada jamak niscaya fi’ilnya jamak yakni “man yujaddidûna, akan tetapi fi’il disitu dinyatakan mufrad “yujaddidu”. Meski bahwa dalalah “man” disitu ada makna jamak juga hingga meskipun setelahnya fi’il mufrad. Namun saya merajihkan bahwa “man” itu disini untuk mufrad dengan qarinah fi’ilnya yaitu yujaddidu. Dan saya katakan, saya rajihkan, sebab dalalah disini dengan mufrad bukanlah qath’iy hingga meski fi’il setelahnya adalah mufrad. Oleh karena itu ada orang yang menafsirkan “man” dengan dalalah jamaah dan mereka menghitung riwayat mereka adalah jamaah ulama pada setiap seratus tahun. Akan tetapi, itu adalah pendapat yang lebih lemah seperti yang telah kami sebutkan barusan.

Atas dasar itu, maka yang rajih menurut saya bahwa kata “man” menunjukkan satu orang, yakni bahwa mujadid pada hadits tersebut adalah satu orang ‘alim lagi bertakwa dan bersih …

4. Adapun hitungan nama-nama para mujadid pada abad-abad lalu, maka ada riwayat-riwayat dalam hal itu dan yang paling terkenal adalah syair as-Suyuthi dimana ia menghitung untuk sembilan abad dan ia memohon kepada Allah agar menjadi mujadid yang kesembilan. Saya nukilkan sebagian syair itu:

"فَكَانَ عِنْدَ الْمِائَةِ الْأُولَى عُمَرْ خَلِيفَةُ الْعَدْلِ بِإِجْمَاعٍ وَقَرْ

وَالشَّافِعِيُّ كَانَ عِنْدَ الثَّانِيَةِ لِمَا لَهُ مِنَ الْعُلُومِ السَّامِيَةِ

وَالْخَامِسُ الْحَبْرُ هُوَ الْغَزَالِي وَعَدّهُ مَا فِيهِ مِنْ جِدَالِ

وَالسَّابِعُ الرَّاقِي إلى المراقي بن دَقِيقِ الْعِيدِ بِاتِّفَاقِ

وَهَذِهِ تَاسِعَةُ الْمِئِينَ قَدْ أَتَتْ وَلَا يُخْلَفُ مَا الْهَادِي وَعَدْ وَقَدْ رَجَوْتُ أَنَّنِي الْمُجَدِّدُ فِيهَا فَفَضْلُ اللَّهِ لَيْسَ يُجْحَدُ

Pada abad pertama Umar bin Abdul Azis yang adil, menurut ijmak yang kokoh

Dan asy-Syafii pada abad kedua karena ia memiliki ilmu yang tinggi

Dan kelima adalah al-habru, dia adalah al-Ghazali dan penghitungan dia di dalamnya ada perdebatan

Dan ketujuh adalah yang menanjak ke tempat tinggi Ibn Daqiq al-‘Aid menurut kesepakatan

Dan abad kesembilan ini sudah datang dan tidak ditinggalkan al-hadi yang telah dihitung dan aku sungguh berharap bahwa aku menjadi mujadid di dalamnya dan karunia Allah tidak bisa diperbaharui

Ada pendadat-pendapat lain yang terus berlangsung setelah itu.

5. Dan apakah mungkin kita mengetahui pada abad ke-14 yang berakhir pada 30 Dzul Hijjah 1399 H, siapakah untuk masyarakat mujadid agama mereka?

Sangat menarik perhatianku apa yang masyhur pada para ulama yang kredibel bahwa penghujung tahun adalah akhirnya. Dan Umar bin Abdul Aziz dilahirkan pada tahun 61 H dan diwafatkan penghujung abad pertama pada tahun 101 H. Dan asy-Syafii dilahirkan pada tahun 150 H dan diwafatkan pada penghujung abad ke-2 tahun 204 H

Artinya masing-masing dari keduanya dilahirkan di pertengahan abad dan menjadi terkenal pada akhirnya dan diwafatkan pada akhirnya. Seperti yang saya katakan, saya merajihkan penafsiran ini dikarenakan sudah terkenal diantara para ulama yang kredibel bahwa Umar bin Abdul Aziz adalah mujadid pada penghujung abad pertama, dan asy-Syafii adalah mujadid pada penghujung abad kedua. Berdasarkan hal itu maka saya merajihkan bahwa al-‘allamah Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah adalah mujadid pada penghujung abad ke-14. Beliau dilahirkan pada tahun 1332 H dan menjadi terkenal pada akhir abad ke-14 ini, khususnya ketika beliau mendirikan Hizbut Tahrir pada Jumaduts Tsaniyah tahun 1372 H dan beliau diwafatkan pada tahun 1398 H. Dan dakwah beliau kepada kaum Muslimin kepada qadhiyah mashiriyah (agenda utama hidup mati), melanjutkan kehidupan islami dengan tegaknya daulah al-khilafah ar-rasyidah, memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan umat, kesungguhan dan keseriusan mereka, hingga al-khilafah hari ini menjadi tuntutan umum milik kaum Muslimin. Maka semoga Allah merahmati Abu Ibrahim, dan semoga Allah SWT merahmati saudara beliau Abu Yusuf setelahnya dan menghimpunkan kedua beliau bersama para nabi, ash-shidiqun, syuhada dan orang-orang shalih dan mereka adalah sebaik-baik teman.

Ini yang saya rajihkan ya akhi Abu Mu`min. Wallah a’lam bi ash-shawâb wa huwa subhânahu ‘indahu husnu al-ma`âb.

Saudaramu

Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah

14 Sya’ban 1434 H

23 Juni 2013 M

Seputar Aurat Wanita Terhadap Wanita

Seputar Aurat Wanita Terhadap Wanita

Pertanyaan:

Tsaqofatuna.id - Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.

Mohon penjelasan batasan aurat wanita terhadap wanita disertai dengan dalil syar’i dan penjelasan masalah tersebut secara penuh?

Juga arah penarikan dalil untuk mereka yang mengatakan bahwa aurat wanita terhadap wanita adalah antara lutut dan pusar?

Serta arah penarikan dalil mereka yang mengatakan bahwa aurat wanita terhadap wanita adalah tempat-tempat perhiasan semisal aurat wanita terhadap mahram?

Jawab:

Wa ‘alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.

Berkaitan dengan aurat wanita terhadap wanita, ada dua pendapat fiqhiyah yang masing-masing memiliki arah penarikan dalil:

Pertama: bahwa aurat wanita terhadap wanita adalah seperti aurat laki-laki terhadap laki-laki, yakni antara pusar dan lutut. Sebagian fuqaha berpendapat demikian.

Kedua, aurat wanita terhadap wanita adalah seluruh tubuh dengan pengecualian tempat-tempat wanita berhias sesuai kebiasaan. Yakni kecuali kepala yang merupakan tempat mahkota, wajah tempat celak, leher dan dada tempat kalung, telinga tempat giwang dan anting, lengan atas tempat gelang, lengan bawah tempat gelang tangan, telapak tangan tempat cincin, betis tempat gelang kaki dan kaki tempat cat kuku.

Adapun selain itu, yakni selain tempat-tempat perhiasan yang biasa untuk wanita maka termasuk aurat wanita terhadap wanita. Yakni bukan hanya antara pusar dan lutut…

Dalilnya adalah firman Allah SWT:

وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ

dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. (TQS an-Nur [24]: 31)

Mereka semuanya boleh memandang dari wanita berupa rambut, lehernya, tempat kalung, giwang, gelang dan organ lainnya yang bisa disebut tempat perhiasannya. Sebab Allah berfirman : walâ yubdîna zînatahunna -dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka- yaitu tempat perhiasan mereka.

Di dalam ayat tersebut disebutkan mahram-mahram dan juga disebutkan wanita. Maka wanita boleh memandang tempat-tempat perhiasan mereka satu sama lain. Sedangkan selain tempat-tempat perhiasan wanita maka tetap merupakan aurat wanita di hadapan wanita lainnya.

Inilah yang rajih menurut kami sesuai dalil. Kami katakan “yang rajih”, sebab ada yang menjadikan aurat wanita terhadap wanita seperti aurat laki-laki terhadap laki-laki, yakni antara pusar dan lutut.

Saudaramu

‘Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah

Cenderung Kepada Orang Zalim

Cenderung Kepada Orang Zalim

Soal:

Tsaqofatuna.id - Assalamu’alaikum wa rahmatullah barakatuhu.

Di awal saya ingin berterima kasih dan memuji Anda atas upaya Anda yang penuh berkah. Dan saya memohon kepada Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Kuasa agar mendukung Anda dengan pertolongan-Nya dan menyiapkan untuk dakwah ini para penolong seperti Sa’ad bin Mu’adz, dan kami memohon kepada Allah agar dengan itu Allah mengatasi kesulitan ummat dan mengembalikan kondisi ummat kepada kondisi era sebelumnya.

Saya punya dua pertanyaan penting, dan saya berharap jawabannya serinci mungkin, perlu dicatat bahwa jawab soal yang telah dilansir selalu rinci, tetapi saya ingin sejumlah dalil disertai penjelasan rinci sehingga pemahaman untuk masalah ini komprehensif. Pertanyaan saya adalah:

Pertama, kenapa tidak boleh cenderung kepada orang zalim (atau seseorang yang punya kekuasaan, pengaruh dan potensi-potensi yang bermanfaat, baik dia munafik atau fasik atau bahkan kafir) meminta harta darinya atau pertolongan sehingga seorang muslim dapat berjihad melawan agressor atau supaya untuk menolong agama?

Kedua, jika di suatu negara dan mayoritas warganya adalah muslim, dan di situ ada pemilu presiden, sementara para calon semuanya tidak ingin berhukum dengan apa yang telah Allah turunkan kecuali hanya satu orang, dia ingin berhukum (memerintah) dengan sebagian apa yang telah Allah turunkan, perlu dicatat bahwa calon tersebut akan menjaga sebagian manifestasi keislaman, sedangkan penguasa sebelumnya menggusur sebagian penduduk negara itu dan menghancurkan banyak manifestasi Islam, dan mereka akan menyebarkan nilai-nilai keburukan dan kerendahan, jadi secara syar’i apakah boleh bagi saya untuk memilih orang yang paling tidak buruk di antara mereka dari bab “balâ`un aqallu min balâ`in -bencana yang lebih kecil dari bencana yang lain-, seperti yang dikatakan dalam bahasa sehari-hari”, dan pada saat yang sama kaum Muslim tidak memiliki kekuatan untuk menghentikan penghinaan ini. Dan ini merupakan fakta yang berlaku terhadap saya.

Jika saya membiarkan orang yang buruk memerintah, dia akan mengusir dan mungkin bahkan membantai saudara-saudara Muslim saya, tetapi jika saya memberikan suara saya kepada orang yang lebih kecil keburukannya, maka saya telah menerima seseorang yang tidak ingin memerintah dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah untuk memerintah saya.

Jawab:

Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa baakatuhu.

Pertama: mengenai pertanyaan Anda yang pertama, maka jawaban ada di sini ...

1- Anda bertanya, “kenapa tidak boleh cenderung kepada orang zalim (atau seseorang yang punya kekuasaan, pengaruh dan potensi-potensi yang bermanfaat, baik dia munafik atau fasik atau bahkan kafir) meminta harta darinya atau pertolongan sehingga seorang muslim dapat berjihad melawan agressor atau supaya untuk menolong agama?”. Seolah dengan ucapan “cenderung kepada orang zalim” itu, Anda menunjuk kepada firman Allah SWT:

﴿وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ﴾

“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan” (TQS. Hud [11]: 113).

Jelas dari ayat yang Anda isyaratkan, keharaman cenderung kepada orang zalim, lalu bagaimana Anda bertanya tentang bolehnya hal itu?!

2- Dinyatakan di Tafsîr al-Qurthubî untuk ayat ini sebagai berikut:

[... di dalamnya ada empat masalah: pertama, firman Allah “wa lâ tarkanû -janganlah kamu cenderung-“, ar-rukûn adalah hakikat penyandaran, ketergantungan, diam kepada sesuatu dan ridha dengannya. Qatadah berkata: “maknanya, janganlah kamu senang kepada mereka dan jangan kamu menaati mereka”. Ibnu Juraij: “jangan kamu cenderung kepada mereka”. Abu al-’Aliyah: “janganlah kamu meridhai perbuatan mereka”, dan semuanya berdekatan maknanya ...

Ketiga, firman Allah SWT “ilâ al-ladzîna zhalamû -kepada orang-orang yang zalim-“, dikatakan: pengikut kesyirikan. Dan dikatakan: bersifat umum pada mereka dan orang-orang yang banyak bermaksiyat, seperti firman Allah SWT:

وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّىٰ يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ وَإِمَّا يُنسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلَا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَىٰ مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

“Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu). (6: 68)

Dan telah dijelaskan sebelumnya. Dan ini adalah yang shahih dalam makna ayat tersebut, dan bahwa ayat tersebut menunjukkan atas meninggalkan penganut kekufuran dan kemaksiyatan baik pelaku bid’ah dan selain mereka. Sebab persahabatan dengan mereka adalah kekufuran atau kemaksiyatan, sebab persahabatan itu tidak terjadi kecuali karena kasih sayang ...

Keempat, firman Allah SWT “fatamassakum an-nâru -menyebabkan kamu disentuh api neraka-“ yakni membakar kalian karena bergaul dan bersahabat dengan mereka dan cenderung kepada mereka atas keberpalingan mereka dan menyetujui mereka dalam perkara mereka ...], selesai.

Jelas dari tafsir ayat ini bahwa cenderung kepada orang zalim hukumnya adalah haram tanpa keraguan, baik orang zalim itu kafir, atau muslim yang bermaksiyat. Cenderung kepada orang zalim dengan kasih sayang kepadanya, menaatinya, cenderung kepadanya, bersandar kepadanya dan memujinya dan diam atas kezalimannya ... dsb, semua itu terderivasi di bawah sikap cenderung dan itu haram dengan ayat yang mulia itu.

3- Kemudian orang zalim itu sesuai pertanyaan Anda, kadang dia seorang penguasa kafir dan kadang seorang penguasa yang bermaksiyat atau orang munafik yang memerintah dengan selain Islam sebagaimana kondisi para penguasa kaum Muslim hari ini .....

a- Jika penguasa itu kafir, maka meminta tolong kepadanya secara syar’iy tidak boleh meskipun itu dengan mengambil harta darinya untuk melakukan jihad. Sebab mengambil harta darinya tanpa diragukan lagi mengantarkan kepada menjadikan dia memiliki kekuasaan atas pihak yang mengambil harta darinya. Perkara ini dapat disaksikan dan diindera, khususnya ketika masalahnya berkaitan dengan faksi-faksi dan milisi-milisi yang berperang, sebab mereka menjadi tergadai pada negara-negara yang mendanainya dan keputusannya terampas.

Hal itu karena siapa yang memiliki pengetahuan paling sedikit dengan kenyataan perkara itu, niscaya dia memahami bahwa negara-negara itu bukanlah memberi sedekah. Setiap harta yang diberikan oleh negara di dunia kepada pihak yang bukan rakyatnya tidak lain dia berikan untuk merealisasi tujuan-tujuan tertentu miliknya. Baginya tidak penting kemaslahatan pihak yang diberi bantuan ... Pengambilan harta dari negara-negara asing kafir oleh individu, kelompok dan milisi untuk jihad dan memerangi agressor adalah tentu saja merupakan keterikatan kepada asing dan bunuh diri politik, dan membuat orang kafir memiliki kekuasaan terhadap kaum Muslim. Padahal Allah SWT berfirman:

﴿وَلَنْ يَجْعَلَ اللهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلاً﴾

“dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman” (TQS an-Nisa’ [4]: 141).

b- Adapun jika penguasa itu adalah orang yang bermaksiyat semisal fakta para penguasa saat ini di negeri kaum Muslim, maka demikian juga mereka tidak memberi harta kepada suatu pihak luar kecuali untuk merealisasi tujuan-tujuan tertentu, dan pada galibnya tujuan ini bagian dari rencana yang dirumuskan oleh negara-negara kafir, sebab para penguasa kaum Muslim adalah agen negara-negara penjajah kafir ... Oleh karena itu, pihak yang terikat dengan seorang penguasa di negeri kaum Muslim dan menerima bantuan dan dukungan darinya maka dia menjadi alat di tangan penguasa itu yang dia arahkan sesukanya. Tidak jauh dari kita apa yang dapat kita saksikan di negeri Syam berupa keterikatan banyak faksi dan organisasi kepada dana politik kotor yang diberikan kepada mereka oleh negara-negara kawasan ... Belum lagi pujian-pujian yang diarahkan oleh pihak-pihak yang mengambil bantuan itu kepada penguasa zalim, loyalitas kepada mereka, memoles citra mereka dan tidak menyatakan pengingkaran terhadap mereka... dll. Semua itu tak diragukan lagi adalah juga haram karena itu mengantarkan kepada pengabaian hak dan tujuan kaum Muslim dan menjadikan pihak pengambil harta sebagai pembantu untuk orang zalim dan pengkhianat ummat dan agamanya.

4- Selain itu, jihad di jalan Allah dan menolong agama itu tidak dengan meminta bantuan dari penguasa kafir atau penguasa zalim. Sebab para penguasa kafir itu adalah musuh kaum Muslim dan mereka adalah orang-orang yang wajib bagi ummat untuk berjihad melawan mereka dan memerangi mereka. Dan tidak terbayangkan bahwa jihad melawan mereka itu dengan mengambil bantuan dan harta dari mereka. Ini adalah kontradiksi yang jelas. Sebaliknya, jihad dan menolong agama adalah dengan bersandar kepada ummat dan menjadikan ummat sebagai sumber kekuatan dan pemberian.

Kemudian, para penguasa zalim di negeri kaum Muslim, mereka itu adalah alat di tangan kaum kafir. Maka bagaimana terbayangkan seorang Muslim mengambil dari mereka bantuan dan harta untuk memerangi kaum kafir dan menolong agama, selama mereka adalah alat di tangan kaum kafir musuh-musuh ummat dan menimpakan kepada ummat siksaan yang pedih dan memerangi para mujahid yang benar dan para pengemban dakwah yang mukhlis?!

Kedua: mengenai pertanyaan kedua Anda:

Kami telah menjawab dengan jawaban yang rinci pada 29/8/2010 seputar kaedah “ahwanu asy-syarrayn wa akhafu adh-dhararayn -keburukan yang lebih rendah dan dharar yang lebih ringan- “atau seperti yang Anda katakan dalam pertanyaan Anda: “balâ`un aqallu min balâ`in -bencana lebih kecil dari bencana yang lain-“, dan berikut teksnya:

[Kaedah “Ahwanu asy-Syarrain” atau “Akhafu adh-Dhararain”.

Kaedah ini merupakan kaedah syar’iyyah menurut sejumlah fukaha. Keduanya menurut ulama yang mengambilnya, merujuk ke makna yang sama. Yaitu bolehnya melakukan salah satu dari dua perbuatan yang haram, yaitu perbuatan yang lebih kecil keharamannya di antara kedua perbuatan itu jika orang mukallaf itu tidak bisa kecuali melakukan salah satu dari dua keharaman itu, dan dia tidak mungkin meninggalkan keduanya sekaligus, sebab hal itu tidak mungkin yakni di luar kemampuannya dari segala sisi.

Allah SWT berfirman:

﴿لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْساً إِلَّا وُسْعَهَا﴾

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (TQS al-Baqarah [2]: 286).

Dan Allah SWT berfirman:

﴿فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ﴾

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu” (TQS at-Taghabun [64]: 16.

Artinya, kaedah ini menurut mereka yang mengatakannya tidak berlaku kecuali jika terhalang untuk meninggalkan dua keharaman, yang mana tidak mungkin mencegah diri dari dua keharaman itu sekaligus kecuali dengan terjadinya keharaman yang lebih besar. Maka ketika itu dia mengambil dharar yang lebih ringan. Sebagaimana, para ulama itu juga tidak menjadikan penentuan dharar yang lebih ringan dari dua dharar itu menurut hawa nafsu tetapi sesuai hukum-hukum syara’.

Menjaga dua jiwa lebih utama dari menjaga satu jiwa, menjaga tiga jiwa lebih utama ... begitulah. Dan menjaga jiwa lebih dikedepankan atas penjagaan harta, menjaga Dar al-Islam termasuk di dalam menjaga agama, dan itu lebih utama dari menjaga jiwa dan harta. Demikian juga, jihad dan al-imâmah al-‘uzhma (al-Khilafah), keduanya termasuk di dalam menjaga agama termasuk dharurat yang pertama dan paling utama. Al-‘alim asy-Syathibi mengatakan di dalam al-Muwâfaqât: “sesungguhnya jiwa itu dihormati, dijaga dan dituntut untuk dihidupkan yang mana jika terjadi perkara antara menghidupkan jiwa dan lenyapnya harta atasnya, atau lenyap jiwa dan penghidupan (penjagaan) harta, maka menghidupkan jiwa lebih utama ...”.

Di antara contoh yang disebutkan oleh para ulama sebagai penerapan kaedah tersebut:

1- Jika seorang ibu mengalami kesulitan dalam melahirkan dan terjadi ketidakmampuan untuk menyelamatkan ibu dan janin sekaligus dan perkaranya memerlukan keputusan cepat: menyelamatkan ibu dan ini menuntut kematian janin atau menyelamatkan janin dan ini menuntut kematian ibu. Dan jika perkaranya dibiarkan dan tidak dilakukan operasi yang berakibat kematian salah satu dari keduanya untuk menyelamatkan yang lainnya, atau mempertahankan kehidupan salah satu dengan kematian yang lain, maka akan menyebabkan kematian keduanya sekaligus. Dalam contoh keadaan semisal ini maka dikatakan ahwanu asy-syarrain (keburukan yang lebih ringan) atau aqallu al-harâmain (yang lebih kecil keharamannya) atau akhafu al-mafsadatain (yang lebih ringan mafsadatnya), yaitu dengan mengedepankan operasi yang menyelamatkan siapa yang dituntut untuk diselamatkan yaitu sang ibu, walaupun perbuatan itu sendiri menjadi pembunuhan untuk yang lain (si janin).

2. Seseorang diancam dengan kebinasaan atau dibunuh oleh seseorang yang lain, atau akan ditimpa serangan keras pada badannya atau organnya, atau seorang wanita akan dizinai (diperkosa), dihadapan seorang mukallaf yang mampu menghalangi kemungkaran-kemungkaran itu sementara dia harus menunaikan shalat fardhu yang hampir habis waktunya. Lalu, apakah dia menghalangi keharaman itu sehingga dia meluputkan penunaian kewajiban (shalat) atau dia menunaikan kewajiban itu pada waktunya dan keharaman itupun terjadi, sementara waktu tidak ada untuk bisa melakukan kedua perkara itu sekaligus. Maka di sini diterapkan kaedah tersebut. Dan perbandingan itu juga berasal dari syara’ yang menjadikan penghilangan keharaman-keharaman yang disebutkan itu lebih ditegaskan dari penunaian kewajiban yang disebutkan itu, seandainya mungkin melakukan kedua kewajiban itu sekaligus niscaya keduanya wajib dilakukan.

3- Berikut contoh lainnya yang disebutkan oleh imam al-Ghazali dan Izzuddin bin Abdi as-Salam rahimahumallâh, tampak di dalamnya bagaimana menerapkan kaedah “ahwanu asy-syarrain” menurut beliau berdua, dan juga tampak perbandingan di antara hukum-hukum. Al-‘Izz berkata di bukunya Qawâ’idu al-Ahkâm fî Mashâlih al-Anâm: “jika bertemu mafsadat-mafsadat yang pasti maka jika mungkin mencegahnya, kita cegah. Dan jika terhalang mencegah semuanya maka kita cegah yang paling mafsadat dan yang berikutnya dan seterusnya, yang paling buruk dan yang berikutnya dan seterusnya...”. Kemudian beliau menyebutkan contoh-contoh: “seseorang dipaksa membunuh seorang Muslim yang mana andai dia tidak mau maka dia akan dibunuh, maka dia harus mencegah mafsadat pembunuhan itu dengan bersabar atas pembunuhan (dibunuh), sebab kesabarannya atas pembunuhan (dibunuh) itu lebih kecil mafsadatnya dari melakukan pembunuhan terhadap orang lain ...”. Ini adalah contoh yang jelas bahwa itu merupakan pemilihan mafsadat atau keharaman yang lebih ringan, sebab dia tidak bisa terlepas dari salah satunya, dan seandainya dia bisa menghalangi dua mafsadat itu sekaligus maka hal itu wajib baginya.

Beliau berkata pada contoh lainnya: “demikian juga seandainya dia dipaksa (diancam) akan dibunuh untuk memberikan kesaksian palsu/bohong atau memutuskan dengan batil, maka jika orang yang dipaksa untuk memberikan kesaksian palsu/bohong atau memutuskan dengan batil itu diancam (dipaksa) akan dibunuh, dipotong organ tubuhnya, menghalalkan (memakan) sesuatu yang diharamkan, maka dia tidak boleh memberikan kesaksian palsu dan tidak boleh memutuskan dengan batil, sebab pasrah untuk dibunuh lebih utama dari menyebabkan pembunuhan seorang Muslim bukan karena dosa, atau dia diancam dipotong organnya, atau diserang kehormatannya, maka dia tidak boleh memberikan kesaksian palsu, sebaliknya dia harus bersabar di atas pembunuhan (dibunuh) sebab menyerah untuk dibunuh lebih utama dari membunuh seorang Muslim lainnya ...

Artinya, kondisi yang disitu harus dirujuk untuk mengamalkan “akhafu al-harâmain atau akhafu al-mafsadatain” adalah kondisi tidak mampu menghindari dua keharaman itu semuanya atau menghalangi keduanya sekaligus ...

Ini contoh-contoh penerapan kaedah “akhafu adh-dhararain” menurut apa yang disebutkan oleh ulama yang mengambil kaedah itu. Tetapi, bukan termasuk contoh penerapan kaedah ini, apa yang dipasarkan oleh para syaikh penguasa, atau orang-orang yang menginginkan kaum Muslim untuk menyimpang dari hukum-hukum syara’ menggunakan penyesatan dan alasan-alasan batil.

Sesungguhnya orang-orang yang mengamalkan kaedah tersebut untuk melakukan keharaman ini tanpa keharaman yang itu dengan menjustifikasi perbuatan mereka bahwa mereka khawatir dipenjara atau dipecat dari jabatan/pekerjaan mereka maka ini bukan penerapan dari kaedah ini.

Demikian juga, orang-orang yang mengatakan, “kami berpartisipasi dalam pemerintahan kufur meski itu adalah haram, supaya kita tidak membiarkan berbagai posisi/jabatan pemerintahan semuanya untuk orang-orang fasik, sebab membiarkan pemerintahan untuk mereka adalah keharaman yang lebih besar ... Ini bukan dari penerapan kaedah tersebut. Tetapi itu seperti orang yang mengatakan kita buka bar tempat mimuman keras dan kita peroleh materi darinya daripada orang kafir yang membukanya dan dia yang mendapatkan harta itu ...

Bukan termasuk penerapan kaedah tersebut, menyodorkan kepada seseorang dua perkara haram lalu dia melakukan yang lebih ringan dari keduanya, sementara dia mampu mencegah diri dari keduanya sekaligus. Seperti ucapan orang yang mengatakan pilihlah si Fulan meski dia seorang yang sekuler atau fasik, atau dukunglah si Fulan dan jangan dukung yang lain, karena yang pertama membantu kita dan yang kedua tidak membantu kita, atau semacam itu.

Melainkan yang dikatakan di sini: dua perkara yang disodorkan di depan kita itu adalah haram, jadi kita tidak boleh memilih seorang sekuler dan tidak boleh mewakilkannya atau mendelegasikannya untuk mewakili seorang Muslim dalam mengungkapkan pendapat sebab dia tidak berpegang dengan Islam dan karena dia melakukan perbuatan-perbuatan yang haram yang tidak boleh dilakukan oleh orang yang mewakilkan itu sendiri seperti penetapan hukum (legislasi) atau menyetujui proyek-proyek (rencana-rencana) haram, dan seperti menuntut pertanggungjawaban dengan keharaman dan menerimanya serta berjalan di dalamnya. Intinya, dia melarang kemakrufan dan memerintahkan kemungkaran.

Oleh karena itu tidak boleh memilih siapapun dari keduanya, sebab memilih yang ini atau yang itu adalah haram, dan tidak memilih yang ini atau tidak memilih yang itu termasuk dalam batas kemampuan (hal yang mampu dilakukan).

Dan bukan bagian dari penerapan kaedah “akhafu adh-dhararain”, menyodorkan dua perbuatan haram kepada seorang Muslim, sementara mencegah diri dari keduanya masih termasuk dalam batas kemampuannya, lalu dia memilih yang lebih ringan menurut hawa nafsunya dan melakukannya dengan anggapan bahwa di dalam mencegah diri dari dua keharaman itu ada kesulitan ...! Tetapi dia wajib mencegah diri dari semua keharaman itu selama hal itu mampu (berada dalam batas kemampuannya) menurut hukum-hukum syara’.

Inilah gambaran singkat dari kaedah “akhafu adh-dhararrain” atau “ahwanu asy-syarrain”], selesai kutipan dari Jawab Soal terdahulu. Saya berharap di dalam jawaban ini ada kecukupan, wallâhu a’lam wa ahkam.

Saudaramu Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah

23 Dzul Hijjah 1444 H

11 Juli 2023 M

Perbuatan Baik Seseorang Masih Kafir, Apakah Dihitung Ketika Masuk Islam?

Perbuatan Baik Seseorang Masih Kafir, Apakah Dihitung Ketika Masuk Islam?

Soal:

Tsaqofatuna.id - Assalamu’alaikum wa rahmatullah barakatuhu. Syaikhuna rahimahullah, saya punya pertanyaan:

Kita tahu bahwa ketika seorang kafir masuk Islam maka semua dosa-dosanya dihapus, lalu bagaimana dengan kebaikan yang dia lakukan ketika masih kafir?

Dengan penjelasan kisah Rasul saw., dari Hakim bin Hizam ia berkata:

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ أَشْيَاءَ كُنْتُ أَتَحَنَّثُ بِهَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ مِنْ صَدَقَةٍ أَوْ عَتَاقَةٍ وَصِلَةِ رَحِمٍ فَهَلْ فِيهَا مِنْ أَجْرٍ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: «أَسْلَمْتَ عَلَى مَا سَلَفَ مِنْ خَيْرٍ

“Ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu, sesuatu yang saya lakukan pada masa jahiliyah berupa shadaqah, pembebasan budak atau silaturrahim apakah di dalamnya ada pahala? Maka Nabi saw bersabda: “engkau masuk Islam di atas kebaikan yang telah engkau lakukan”.

Apa pemamahan yang shahih dengan ini? Dan semoga Allah memberi Anda balasan yang lebih baik.

Jawab:

Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.

Anda bertanya tentang hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim di Shahih al-Bukhârî dan Shahîh Muslim dan selain keduanya dari Hakim bin Hizam ra., ia berkata: “aku katakan:

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ أَشْيَاءَ كُنْتُ أَتَحَنَّثُ بِهَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ مِنْ صَدَقَةٍ أَوْ عَتَاقَةٍ وَصِلَةِ رَحِمٍ فَهَلْ فِيهَا مِنْ أَجْرٍ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: «أَسْلَمْتَ عَلَى مَا سَلَفَ مِنْ خَيْرٍ

“Ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu sesuatu yang saya lakukan pada masa jahiliyah berupa shadaqah, pembebasan budak atau silaturrahim apakah di dalamnya ada pahala? Maka Nabi saw bersabda: “engkau masuk Islam di atas kebaikan yang telah engkau lakukan”.

Dan pertanyaan yang Anda inginkan dan dipahami dari ucapan Anda, tetapi Anda tidak menyatakannya secara gamblang, yaitu: Apakah perbuatan baik yang dilakukan seseorang yang masih kafir akan diberi pahala atasnya jika dia masuk Islam dan keislamannya baik dan dia mati di atas Islam? Jawaban atas hal itu sebagai berikut:

Pertama, terjadi perbedaan pendapat di antara ahlul ilmi dalam masalah ini. Saya kutipkan sebagian apa yang dinyatakan oleh an-Nawawi di Syarhu Shahîh Muslim ketika menjelaskan hadis ini. Beliau rahimahullah telah membaguskan dalam memaparkan masalah tersebut:

[.... adapun sabda Rasul saw “aslamta ‘alâ mâ aslafta min khayrin -engkau masuk Islam di atas kebaikan yang telah engkau lakukan-“ maka telah diperselisihkan dalam maknanya:

1- Imam Abu Abdillah al-Maziri rahimahulah mengatakan, zhahirnya menyalahi apa yang diharuskan oleh ushul karena orang kafir tidak sah darinya taqarrub sehingga tidak diberi pahala atas ketaatannya dan sah ia menjadi orang yang taat tanpa bertaqarrub seperti padanannya dalam iman. Dia taat di situ dari sisi dia sesuai (memenuhi) perintah, dan taat menurut kami adalah memenuhi perintah, tetapi dia tidak menjadi orang yang bertaqarrub, sebab di antara syaat orang yang bertaqarrub bahwa ia harus mengenal pihak yang dia bertaqarrub kepadanya. Sementara dia ketika melakukannya tidak terealisir ilmu tentang Allah SWT sama sekali.

Dan jika telah tetap hal ini maka diketahui lah bahwa hadis tersebut dapat ditakwilkan, yaitu berkemungkinan beberapa arah: Pertama, maknanya engkau mendapatkan tabiat yang bagus dan engkau memanfaatkan tabiat itu di dalam Islam dan kebiasaan itu menjadi pendahuluan untukmu dan membantu dalam melakukan kebaikan. Kedua, maknanya engkau dengan itu mendapat pujian yang bagus, dan itu tetap bertahan bagimu di dalam Islam. Ketiga, bahwa tidak dijauhkan bahwa ditambah dalam kebaikannya yang dia lakukan di dalam Islam dan pahalanya banyak karena perbuatan bagus yang telah dia lakukan dahulu. Dan mereka kadang mengatakan tentang orang kafir, jika dia melakukan kebaikan maka dengannya diperingan darinya (azab) jadi tidak dijauhkan ini ditambahkan dalam pahala, ini akhir ucapan al-Maziri rahimahullah ...

2- Al-Qadhi Iyadh ahimahullah berkata: dikatakan maknanya, berkat kebaikan yang telah engkau lakukan, Allah menunjukimu kepada Islam dan bahwa orang yang tampak kebaikan darinya di awal perkaranya maka itu merupakan bukti atas kebahagiaan akhirnya dan baiknya kesudahannya. Ini ucapan al-Qadhi ...

3- Ibnu Baththal dan yang lainnya di antara para pentahqiq berpendapat bahwa hadis tersebut menurut zhahirnya, jika orang kafir masuk Islam dan mati di atas Islam maka diberi pahala atas kebaikan yang telah dia lakukan pada saat kafir, dan mereka berdalil dengan hadis Abu Sa’id al-Khudzri radhiyallah ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah saw bersabda:

إِذَا أَسْلَمَ الْكَافِرُ فَحَسُنَ إِسْلَامُهُ كَتَبَ اللَّهُ تَعَالَى لَهُ كُلَّ حَسَنَةٍ زَلَفَهَا وَمَحَا عَنْهُ كُلَّ سَيِّئَةٍ زَلَفَهَا وَكَانَ عَمَلُهُ بَعْدُ الْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ وَالسَّيِّئَةُ بِمِثْلِهَا إِلَّا أَنْ يَتَجَاوَزَ اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَ

“Jika seorang kafir masuk Islam dan keislamannya baik maka Allah menuliskan untuknya setiap kebaikan yang telah dia lakukan dan menghapus darinya semua keburukan yang telah dia lakukan, dan perbuatannya setelah kebaikan dengan sepuluh semisalnya sampai tujuh ratus kali, sedangkan keburukannya dengan satu semisalnya kecuali Allah SWT memaafkannya” (Disebutkan oleh ad-Daraquthni dalam gharîb hadîts mâlik) ...

Ibnu Baththal rahimahullah berkata setelah menyebutkan hadis tersebut, dan Allah berkuasa melebihkan atas hamba-Nya apa yang Dia kehendaki, tidak ada keberatan seorang pun atasnya. Ia berkata, dan itu seperti sabda Rasul saw kepada Hakim bin Hizam ra. “aslamta ‘alâ mâ aslafta min khayrin -engaku masuk Islam di atas kebaikan yang telah engkau lakukan-“, wallâh a’lam ...] selesai kutipan dari Syarhu an-Nawawi a’lâ Muslim...

Kedua: adapun hadis yang dijadikan dalil oleh Ibnu Baththal, maka di dalamnya ada tambahan dari apa yang ada di Shahîh al-Bukhârî: 41- Malik berkata, telah memberitahuku Zaid bin Aslam bahwa Abu Sa’id al-Khudzri telah membertahunya bahwa ia mendengar Rasulullah saw bersabda:

إِذا أَسْلَمَ العَبْدُ فَحَسُنَ إسْلاَمُهُ يُكَفِّرُ اللَّهُ عنهُ كلَّ سَيِّئَةٍ كَانَ زَلَفها وَكَانَ بَعْدَ ذلكَ القِصاصُ الحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثالِها إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ والسَّيِئَةُ بِمثْلِها إلاَّ أَن يَتَجَاوَزَ اللَّهُ عَنْهَا

“Jika seorang hamba masuk Islam lalu keislamannya baik, Allah menghapuskan darinya setiap keburukan yang telah dia lakukan, dan setelah itu balasan kebaikan dengan sepuluh semisalnya sampai tujuh ratus kali, sedangkan keburukan dengan semisalnya kecuali Allah memaafkannya”.

Dan dinyatakan di ‘Umdah al-Qârî Syarhu Shahîh al-Bukhârî: (penjelasan status hadis: al-Bukhari menyebutkannya secara mu’allaq dan tidak menyambungkannya di satu tempat di kitab tersebut, sementara al-Bukhari tidak bertemu dengan zaman Malik. Maka jadilah itu sebagai pernyataan mu’allaq tetapi dengan lafal yang tegas (jâzim).

Jadi itu shahih tanpa cela di dalamnya. Dan Ibnu Hazm berkata: sesungguhnya itu cela dalam keshahihan sebab itu adalah munqathi’. Tetapi tidak seperti yang ia katakan. Sebab hadis itu mawshul dari arah lainnya yang shahih ... Dan tidak semua munqathi’ itu cacat di dalamnya. Ini, meski disebut bahwa itu munqathi’ menurut istilah, hanya saja itu dalam hukum muttashil (bersambung) pada keberadaannya sebagai shahih. Abu Dzar al-Harawi memawshulkannya di sebagian naskah ... Demikian juga dimawshulkan oleh an-Nasai dari Ahmad bin al-Mu’alla bin Zaid dari Shafwan bin Shalih dari al-Walid bin Muslim dari Malik bin Zaid bin Aslam ... Dan Sufyan bin Uyainah meriwayatkannya dari Zaid bin Aslam dari Atha’ secara mursal. Malik hafal yang bersambung. Dan ia lebih sempurna untuk hadis penduduk Madinah dari selain dia ... Al-Bazar menyebutkan bahwa Malik menyendiri dengan washal (ketersambungan)nya.

Ibnu Baththal berkata: “hadis Abu Sa’id, al-Bukhari menggugurkan sebagiannya, dan itu merupakan hadis masyhur dari riwayat Malik di selain al-Muwatha’, dan teksnya:

إِذَا أَسْلَمَ الْكَافِرُ فَحَسُنَ إِسْلَامُهُ كَتَبَ اللهُ لَهُ كُلَّ حَسَنَةٍ كَانَ زَلَفَهَا، وَمَحَى عَنْهُ كُلَّ سَيِّئَةِ كَانَ زَلَفَهَا

“Jika seorang kafir masuk Islam dan keislamannya baik, maka Allah menuliskan untuknya setiap kebaikan yang telah dia lakukan dan menghapus darinya setiap keurukan yang telah dia lakukan”...).

Ketiga: sebagaimana Anda lihat, tambahan dalam hadis di atas tidak ada di hadis al-Bukhari dan bertentangan dengan nas-nas yang qath’iy yang mengaitkan pahala dan balasan untuk amal salih dengan iman dalam banyak ayat, di antaranya:

“Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami” (TQS al-Kahfi [18]: 88).

وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللهِ خَيْرٌ لِمَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحاً وَلَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الصَّابِرُونَ﴾ [القصص:80

“Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: “Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang sabar” (TQS al-Qashshash [28]: 80).

وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ﴾ [البقرة: 25]

“Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya” (TQS al-Baqarah [2]: 25).

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُون﴾ [البقرة:]

“Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya” (TQS al-Baqarah [2]: 82).

)إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ﴾ [البقرة: 277]

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya” (TQS al-Baqarah [2]: 277).

وَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَيُوَفِّيهِمْ أُجُورَهُمْ وَاللهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ﴾ [آل عمران: 57]

“Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, maka Allah akan memberikan kepada mereka dengan sempurna pahala amalan-amalan mereka; dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim” (TQS Ali Imran [3]: 57).

Dan jelas dari ayat-ayat ini bahwa pahala amal salih adalah setelah iman dan bukan sebelulmnya...

Keempat: berdasarkan hal itu maka saya merajihkan ditolaknya tambahan ini “kataballâh lahu kulla hasanatin kâna zalafahâ -Allah menuliskan untuknya semua kebaikan yang telah dia lakukan-“. Dan yang dijadikan sandaran adalah hadis al-Bukhari yang disebutkan di atasnya yaitu: “Malik berkata, telah memberitahuku Zaid bin Aslam bahwa Abu Sa’id al-Khudzri telah membertahunya bahwa ia mendengar Rasulullah saw bersabda:

إِذا أَسْلَمَ العَبْدُ فَحَسُنَ إسْلاَمُهُ يُكَفِّرُ اللَّهُ عنهُ كلَّ سَيِّئَةٍ كَانَ زَلَفها وَكَانَ بَعْدَ ذلكَ القِصاصُ الحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثالِها إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ والسَّيِئَةُ بِمثْلِها إلاَّ أَن يَتَجَاوَزَ اللَّهُ عَنْهَا

“Jika seorang hamba masuk Islam lalu keislamannya baik, Allah menghapuskan darinya setiap keburukan yang telah dia lakukan, dan setelah itu balasan kebaikan dengan sepuluh semisalnya sampai tujuh ratus kali, sedangkan keburukan dibalas dengan semisalnya kecuali Allah memaafkannya”.

Yakni bahwa masalah yang dibahas adalah tidak dihukumnya dia atas kemaksiyatan sebelum keislamnya, dan dengan makna lain yakni penerapan hadis Rasul saw:

إِنَّ الإِسْلامَ يَجُبُّ مَا كَانَ قَبْلَهُ» رواه أحمد والطبراني عن عمرو بن العاص

“Sesungguhnya Islam menghapus apa yang sebelumnya” (HR Ahmad dan ath-Thabarani dari Amru bin al-‘Ash).

Dan itu sesuai dengan hadis al-Bukhari di atasnya:

«إِذا أَسْلَمَ العَبْدُ فَحَسُنَ إسْلاَمُهُ يُكَفِّرُ اللهُ عنهُ كلَّ سَيِّئَةٍ كَانَ زَلَفها»

“Jika seorang hamba masuk Islam lalu keislamannya baik, Allah menghapuskan darinya setiap keburukan yang telah dia lakukan”.

Dan makna ini, yakni dihapuskannya keburukannya pada masa jahiliyah setelah keislamannya, telah dinyatakan dalil-dalil yang mengkhususkannya dalam selain tiga keadaan yang mana pada tiga keadaan itu dia dimintai pertanggungjawaban setelah keislamannya ... Kami telah menjelaskan hal itu di Ajhizah Dawlah al-Khilafah halaman 123-127 bab al-‘Uqûd wa al-Mu’âmalât ... bahwa dikecualikan dari hadis yang mulia itu tiga keadaan:

[Dikecualikan dari ketentuan tersebut tiga kondisi:

1. Jika perkara yang telah ditetapkan dan selesai penerapannya itu memiliki pengaruh (akibat) bersifat kontinu yang menyalahi Islam.

2. Jika perkara tersebut berkaitan dengan orang-orang yang menyerang Islam dan kaum Muslim.

3. Jika perkara tersebut berkaitan dengan harta yang dighashab dan masih ada ditangan orang yang mengghashabnya.

- Adapun pemrosesan perkara-perkara yang memiliki pengaruh/konsekuensi kontinu yang menyalahi Islam, maka karena Rasulullah saw telah membatalkan riba yang masih tersisa atas orang-orang setelah mereka meniadi berada di Daulah Islamiyah dan Beliau menetapkan hak mereka adalah harta pokok saja. Yaitu bahwa setelah mereka tinggal di Dâr al-Islâm maka riba yang masih tersisa atas mereka telah dibatalkan, yakni tidak diambil. Demikian pula orang yang beristri lebih dari empat orang menurut undang-undang jahiliyah, maka setelah tinggal di Dâr al-Islâm, mereka diharuskan hanya mempertahankan empat orang saja dari isteri-isterinya itu.

Imam at-Tirmidzi telah meriwayatkan dari Abdullah bin Umar : “bahwa Ghilan ibn salamah ats-Tsaqafi telah masuk Islam dan ia memiliki sepuluh orang isteri pada masa jahiliyah, dan isteri-isterinya itu turut masuk Islam bersamanya:

«فَأَمَرَهُ النَّبِيُّ ﷺ أَنْ يَتَخَيَّرَ أَرْبَعاً مِنْهُنَّ»

“Maka Nabi saw memerintahkan dia agar memilih empat orang saja dari sepuluh orang isterinya itu (untuk tetap menjadi isterinya)”.

Atas dasar ini, setiap akad yang memiliki pengaruh/konsekuensi terus menerus yang menyalahi Islam, maka pengaruh/konsekuensi itu dibatalkan pada saat berdiri daulah al-Khilafah. Penghilangan pengaruh atau konsekuensi terus menerus yang menyalahi Islam itu adalah wajib. Misalnya, seandainya seorang wanita muslimah menikah dengan pria nashrani sebelum Islam, maka setelah al-Khilafah berdiri akad pernikahan tersebut dibatalkan sesuai ketentuan hukum syara’ ...

- Adapun pemrosesan perkara-perkara yang berkaitan dengan orang-orang yang menyerang Islam dan kaum Muslim, maka karena Rasul saw pada saat Fathu Mekkah tetap memutuskan dibunuhnya sekelompok orang yang dahulu menyerang Islam dan kaum Muslim pada masa jahiliyah. Beliau memutuskan darah mereka ditumpahkan hingga meskipun mereka bergelantungan di kain penutup Ka’bah. Perlu dicatat bahwa Rasulullah saw pernah bersabda:

إِنَّ الإِسْلامَ يَجُبُّ مَا كَانَ قَبْلَهُ» رواه أحمد والطبراني عن عمرو بن العاص

“Sesungguhnya Islam menghapus apa yang sebelumnya” (HR Ahmad dan ath-Thabarani dari Amru bin al-‘Ash).

Yakni siapa yang telah menyerang Islam dan kaum Muslim dikecualikan dari ketentuan hadis ini. Dan juga karena Rasulullah saw setelahnya telah memberi pengampunan kepada sebagian dari mereka seperti pengampunan yang Beliau berikan kepada Ikrimah bin Abiy jahal. Oleh karena itu, Khalifah boleh tetap memproses perkara terhadap mereka yang menyerang Islam dan kaum Muslim sebelum berdiri al-Khilafah atau memberi pengampunan kepada mereka. Ketentuan ini berlaku bagi orang-orang yang menyiksa kaum Muslim dikarenakan kaum Muslim mengatakan kebenaran atau karena orang-orang itu telah menikam Islam. Maka kepada mereka tidak diberlakukan hadis:

«إِنَّ الإِسْلامَ يَجُبُّ مَا كَانَ قَبْلَهُ»

“Sesungguhnya Islam menghapus apa yang sebelumnya”.

Akan tetapi mereka dikecualikan dari ketentuan hadis ini dan perkara mereka tetap diproses atau diampuni menurut pandangan Khalifah.

- Adapun pemrosesan kembali perkara-perkara perampasan (ghashab) yang barangnya masih ada di tangan orang yang merampasnya (mengghashabnya), maka karena apa yang diriwayatkan oleh imam Muslim dari Wa’il bin Hujrin, ia berkata:

«كُنْتُ عِنْدَ رَسُولُ اللهِ ﷺ فَأَتَاهُ رَجُلاَنِ يَخْتَصِمَانِ فِي أَرْضٍ فَقَالَ أَحَدُهُمَا إِنَّ هَذَا انْتَزَى عَلَى أَرْضِي يَا رَسُولَ اللهِ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَهُوَ امْرُؤُ الْقَيْسِ بْنُ عَابِسٍ الْكِنْدِيُّ وَخَصْمُهُ رَبِيعَةُ بْنُ عِبْدَانَ قَالَ: بَيِّنَتُكَ، قَالَ: لَيْسَ لِي بَيِّنَةٌ، قَالَ: يَمِينُهُ، قَالَ إِذَنْ يَذْهَبُ بِهَا، قَالَ: لَيْسَ لَكَ إِلاَّ ذَاكَ، قَالَ: فَلَمَّا قَامَ لِيَحْلِفَ قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ مَنِ اقْتَطَعَ أَرْضاً ظَالِماً لَقِيَ اللهَ وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ

»

“Aku sedang berada di sisi Rasulullah saw lalu datang kepada Beliau dua orang laki-laki yang bersengketa tentang tanah. Salah seorang dari keduanya berkata: “ya Rasulullah orang ini menguasai tanahku secara paska pada masa jahiliyah”. Dan dia adalah Imru’u al-Qays bin ‘Abis al-Kindi dan yang menuntutnya adalah Rabi’ah bin ‘Ibdan. Rasulullah bersabda: “buktimu”. Orang itu berkata: “aku tidak punya bukti”. Rasulullah bersabda: “sumpahnya”. Orang itu berkata: “kalau begitu ia pergi dengannya (memiliki tanah itu)”. Rasulullah bersabda: “tidak ada untukmu selain itu”. Wa’il berkata: “ketika orang itu berdiri untuk bersumpah, Rasulullah saw bersabda: “siapa saja yang mengambil tanah secara zalim niscaya akan menjumpai Allah dan Allah murka kepadanya”.

Intazâ ‘alâ ardhin adalah menguasai dan mendudukinya yaitu mengambilnya secara ghashab... Jadi Rasul saw menerima pengaduan laki-laki tersebut atas orang yang mengambil tanahnya secara paksa (mengghashab), perlu dicatat bahwa hal itu (perampasan itu) terjadi pada masa jahiliyah... Dengan demikian maka setiap orang yang mengambil tanah, atau meng-ghashab hewan ternak atau harta milik individu atau menguasai harta yang termasuk hak milik umum atau hak milik negara … dan hal itu merupakan perampasan (ghashab), maka pengaduan tentangnya diterima.

Kelima, ringkasnya adalah bahwa orang itu jika masuk Islam dan keislamannya baik maka diampuni untuknya keburukan-keburukannya sebelum Islam kecuali dalam tiga kondisi yang disebutkan di atas sebagaimana yang telah kami jelaskan.

Ini yang saya rajihkan dalam masalah ini, wallâh a’lam wa ahkam.

Saudaramu Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah

30 Dzul Hijjah 1444 H

18 Juli 2023 M